FIKSI CYBERPUNK: LAST GENERATION

  1. Foto by DevianArt



Dentum mesin bergemuruh, mobil berterbangan tanpa arah, asap tebal memenuhi cakrawala. Averroes sibuk menghindari rudal yang terus mengikuti mobilnya.

“Averroes, di mana kau?”


“Sebelah selatan Tugu Monas. Rudal itu tak mau lepas dariku.”


“Bersabarlah, aku akan membantumu.”


Thebit menekan gas mobilnya kuat, meluncur ke arah Tugu Monas. Ia melihat Averroes sedang kewalahan menghadapi rudal-rudal yang diluncurkan oleh Bangsa Kirara, penjajah Bumi Bagian Bawah.

Thebit mengarahkan salah satu flare missil untuk mengecoh rudal. Averroes terus mengendalikan mobil, kali ini ia menukik ke bawah setelah memutari Tugu Monas, dan tak lama ia kembali ke atas dengan kecepatan penuh, berputar arah secepat kilat.
Dan ...,
batu berlapis emas di atas menara itu hancur berkeping-keping menjadi sasaran rudal.
Mobil mendarat perlahan, dua sahabat itu menarik napas lega karena terbebas dari serangan Bangsa Kirara.

“Cepat, kita harus segera memindai sebelum listrik padam.”

Thebit mengikuti Averroes, mereka melangkah memasuki gedung tua yang tak berpenghuni lagi, Thebit melihat ada sebuah lampu kecil yang menyala, hingga ia memutuskan mendarat di sana. Averroes menekan tombol di atas telinganya. Tampilan hologram muncul, mendata semua kerusakan pada tubuhnya.

“Aku memerlukan asupan listrik yang banyak, Thebit. Banyak kerusakan akibat guncangan di dalam mobil saat bertempur tadi.”

“Kau bisa memakai aliran listrik di sebelah sana. Tubuhku tidak terlalu parah, aku akan memeriksa keadaan mobil kita.”

Averroes melepaskan sarung tangan yang ia kenakan, dihubungkannya jari telunjuk dan jari tengah ke dalam steker yang menempel di dinding. Lalu merebahkan tubuh dan menekan kembali tombol di belakang telinga hingga terdengar alunan yang menenangkan jiwanya.

“Siapa kalian? Seenaknya saja memasuki rumah orang.”

Seorang lelaki menyergap mereka sambil mengarahkan senjata Xf40cZ.

Thebit dan Averroes tergagap, tak mengira rumah itu berpenghuni.

“Maafkan kami, Tuan. Telah masuk tanpa izin.”

Lelaki itu melihat ke arah Averroes.
“Kau terluka?”

Averroes mengangguk.

“Bangsa Kirara,” lelaki itu melangkah menuju Averroes,
“luka kecil, beristirahatlah sebelum listrik padam. Gensetku tak akan kuat menanggung kalian dan juga mobil-mobil itu. Apa yang terjadi?”

“Kami bertemu Bangsa Kirara saat menuju kantor.”

“Di mana kantor kalian?”
“Medan Merdeka Barat.”
“Mereka cerdas. Titik terpenting negara ini telah mereka bidik.”

Lelaki itu meletakkan senjatanya.

“Tuan, tinggal sendiri di sini?”

“Tidak. Selama di sini, tetaplah berada di ruangan ini. Aku tidak mengizinkan kalian ke ruang lainnya.”
Thebit dan Averroes mengangguk.

“Terima kasih, Tuan. Aku Thebit dan ini sahabatku Averroes. ”

“Panggil aku Avicena, setelah selesai kuharap kalian cepat pergi dari sini.”

Lelaki itu meninggalkan mereka berdua. Averroes kembali memindai keadaan tubuhnya sementara Thebit melihat-lihat sekeliling . Tempat ini menarik baginya, banyak tanaman besar dengan daun yang lebat di sekitar rumah. Hal ini tak dapat ia temui di daerah tempat tinggal mereka yang penuh dengan beton tinggi dan berasap tebal C02.

“Ada apa, Thebit?”

“Aku mencoba mencari tahu tentang daerah ini, tetapi tidak kutemukan datanya.”

“Mungkin sistem GPS tubuhmu rusak.”

“Tidak mungkin, biar kucoba lagi.”

Thebit kembali menekan tombol di pergelangan tangan kirinya, tak lama muncul tampilan hologram di hadapan mereka.
‘Jonggol, Jawa Barat.’

Mereka berdua saling tatap heran.

“Nama yang aneh, aku pakai versi tahun 2014. Ehm ..., seratus ribu tahun yang lalu. Konon, saat itu bumi belum terbagi dua seperti sekarang. Tak ada Bumi Bagian Bawah dan Bumi Bagian Atas. Tak ada kucing-kucing sial serakah yang berusaha menghancurkan ras kita. Satu-satunya peninggalan bersejarah pembangunan ras saat itu adalah Tugu Monas yang barusan hancur berkeping-keping.”

Thebit menarik napas lalu duduk di samping sahabatnya itu.
Averreos melepaskan jarinya dari penghubung listrik.

“Ya, aku sempat mendengar dongeng itu. Di sana tak ada peperangan antar ras, nenek moyang kita yang bernama manusia itu hidup damai tenteram. Entah bagaimana ceritanya mereka kini musnah.”

“Mereka musnah karena keserakahan mereka sendiri.”

Lelaki bernama Avicena itu tiba-tiba kembali ke ruangan bersama mereka.

“Mereka termakan nafsu ingin menguasai seluruh bumi, saling bunuh satu sama lain, hingga tekhnologi yang mereka kembangkan menjadi senjata yang menghancurkan ras mereka sendiri.”

Thebit dan Averroes mendengarkan dengan seksama. Tatap mata mereka masih dipenuhi tanda tanya.

“Bagaimana bentuk mereka?”

“Tak jauh berbeda dengan kalian yang telah berevolusi. Kalian adalah kerangka rongsok terbungkus lapisan kulit. Sedangkan tubuh mereka mempunyai cairan peredaran di dalamnya.”

Averroes memperhatikan tubuhnya, dibukanya sehelai kulit tipis bagian tangan yang belum sempat ia ganti enam bulan terakhir. Thebit bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Avicena.

“Sepertinya kau tahu banyak tentang nenek moyang kita, Tuan Avicena.”

“Ya, aku melakukan penelitian terhadap mereka, kalian dan juga Bangsa Kirara yang kini berusaha menguasai Bumi Bagian Bawah.”

“Lalu kau sendiri berasal dari ras apa?”

Suasana di halaman gedung berubah seketika, mobil-mobil angkasa mendarat memenuhi halaman rumah. Tak memberi kesempatan mereka untuk melanjutkan percakapan.

“Sial! Kalian membawa Bangsa Kirara kemari!”

Tembakan sinar laser menyerang tanpa sela, menghancurkan berbagai benda yang tersentuh olehnya. Thebit dan Averroes berusaha menyelamatkan diri, Tuan Avicena mengambil senjata membalas serangan mereka, laser terus menyerang hingga meluluhlantakan bangunan dan juga kedua mobil yang berada di sana.

“Cepat, ikuti aku.”

Thebit dan Averroes berlari mengikuti Avicena, menuju ke arah belakang rumah. Serangan tetap berjadi tanpa henti. Avicena mengeluarkan mobil angkasa miliknya.

“Masuklah, jangan berangkat sebelum aku kembali. Lindungi aku, gunakan senjata-senjata laser yang ada di mobil ini.”


Thebit menyalakan mesin mobil, ia menuruti permintaan Avicena yang kembali ke dalam rumahnya.

“Untuk apa ia kembali lagi ke dalam?”

“Mana kutahu?”

Tak lama Avicena muncul membawa seseorang yang seluruh tubuhnya tertutup kain hitam, segera memasuki mobil. Tanpa komando Thebit segera menerbangkan mobil itu dengan kecepatan penuh. Pasukan penyerang dari Bangsa Kirara tak tinggal diam, mereka mengejar sambil terus menyerang dengan berbagai macam senjata.

“Tekan tombol di bawah kemudi.”

Thebit menuruti, tak lama di sebelah kanan dan kiri muncul mobil angkasa yang serupa dengan yang mereka kendarai.

“Semoga hologram itu berhasil mengecoh mereka.”

Semua terdiam, berharap itu akan berhasil.
Beberapa mobil angkasa mengejar hologram, namun ada satu yang tetap membayangi mereka dan juga menghujani senjata laser ke arah mereka. Thebit berusaha keras untuk mengecohnya.

“Aaagrhhh .... “
“Thirena, kau baik-baik saja?”

Avicena mengguncang tubuh yang berada di sebelahnya.
“Atur napasmu .... “

Thebit dan Averroes saling pandang tak mengerti apa yang terjadi di kursi belakang. Perhatian Thebit terpecah sebuah sinar laser berasal dari sebelah kanan mobil berhasil menembus pintu kursi belakang.

“Egh ..., tekan tombol sebelah kanan atap mobil dekat kepalamu.”

Tak lama sebuah rudal berhasil mengenai mobil penyerang.

“Aaaagrrhhh .... “

Teriakan itu semakin panjang, Thebit dan Averroes semakin bingung, otak mereka sibuk menerka ras apakah yang di bawa serta oleh Avicena.

“Sele-saikan tugasmu, Thirena ..., dan, ka-u carilah tempat yang a-man untuk mendarat.”

Thebit memindai Bumi Bagian Bawah. Tak lama mobil mendarat di sebuah bukit gersang yang berwarna keemasan.

“Thi--rena ... tugasmu telah selesai.”

Tubuh itu tak lagi bergerak.

“Ka-lian, pela-jari-lah hologram ini. Di sini ada petunjuk untuk merawatnya. A-a-ku percayakan dia kepada ka-lian .... “
Avicena memegang dadanya yang terluka akibat serangan laser tadi setelah memberikan sesuatu pada Thebit.

“Tuan, Avicena .... “

Averroes mengguncang tubuh yang kaku tersebut, lalu pandangannya terpaku pada tangan Thebit yang memegang tubuh mungil yang sedari tadi mengeluarkan suara jeritan dan penuh dengan cairan kental berwarna merah pekat.

Cairan yang sama dengan Avicena dan Thirena yang kini sudah tidak bernyawa.

~~END~~

*Plagiat adalah tindakan yang tidak terpuji. Yuk berkarya bersama

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "FIKSI CYBERPUNK: LAST GENERATION"

  1. wah nulis fantasy juga?..aku paling suka fantasy..tulisannya mengalir loh...makasih ya say

    ReplyDelete
  2. waah..banget ceritanya....salam fiksi ..ayo berfiksi teruus...

    ReplyDelete

Tinggalkan jejakmu di sini :)
Maaf, mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Thanks.