SINYAL GADIS REMBULAN


Dua buah bola mata melayang, menatap daratan yang kini telah berubah warna menjadi merah. Gersang, penuh bebatuan. Bahkan mata air, dan sungai yang tersisa pun berubah menjadi merah.

"Tak ada lagi yang bisa diharapkan dari planet ini."

Bola mata itu kembali menuju benda bulat persegi dengan baling-baling kecil.

"Bahkan tubuh kita yang sudah ratusan kali berevolusi tak akan mampu dengan kondisi seperti ini."

Tubuh berwarna abu-abu penuh sinar memasukkan kedua bola mata tadi ke dalam wajahnya yang berbentuk elips. Telah lama ia melakukan hal ini, hanya mengirim bola matanya keluar untuk menghemat oksigen yang hampir punah. Planet ini hanya sanggup mengeluarkan gas beracun dari perutnya.

Penghuni planet yang kini dapat dihitung dengan jari pun melakukan hal yang sama. Tak ada yang mampu bertahan, tak ada lagi yang kuat itulah yang menang. Kini semua menikmati hasil dari yang telah mereka tanam yaitu kepunahan.

Mereka menatap monitor. Telah ratusan sinyal mereka kirimkan ke seluruh antariksa. Berharap ada penghuni planet lain yang membalas dan menjadi tempat tujuan untuk mereka menyelamatkan diri.

"Akhirnya, setelah sekian lama, sinyal kita telah diterima oleh gadis penunggu itu. Kondisi di sana lebih memungkinkan untuk kita hidup."

Tanpa menunggu lama mereka terbang menembus jarak ribuan cahaya, meninggalkan planet yang telah dipenuhi darah makhluk yang saling berebut kekuasaan dan menuju kehancuran.

Menuju tempat yang sebelumnya menjadi satelit bagi planet mereka, satelit yang dulu indah bila dipandang saat malam hari. Berharap dapat bertahan, dan menjadi saksi detik demi detik hilangnya sebuah planet hingga nanti tak akan ada lagi yang mengenal sebuah nama yaitu, bumi.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Prompt #85 Monday Flash Fiction.

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "SINYAL GADIS REMBULAN"

Tinggalkan jejakmu di sini :)
Maaf, mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Thanks.