Pajak yang terkumpul dari para warga kerajaan milikku mampu mengantarkan keliling dunia bersama Permaisuri tercinta.
"Baginda, aku sangat suka tinggal di sini. Gedung-gedungnya sangat indah. Lampu-lampu kota saat malam hari tidak kalah dengan bintang di langit. Sangat berbeda dengan tempat kita, walau di kerajaan sekali pun tetap tidak seindah ini."
Permaisuri bergelayut manja. Cintaku untuknya mampu mengalahkan segalanya,
"aku ingin kau membawa kota ini ke kerajaan kita,"
permintaannya adalah perintah bagiku.
Kota dengan berjuta sinar ini memang pantas membuat semua orang jatuh hati. Kemewahan di dalamnya memberikan mimpi dan juga janji akan kebahagiaan.
Taman-taman yang terdiri dari pohon-pohon rindang dan beberapa hewan tak akan ditemukan di kota ini. Taman di sini terdiri dari tiang-tiang yang bersinar dengan taburan mutiara yang rimbun di atasnya. Hewan-hewan terlihat tembus pandang, pun penuh dengan sinar. Hingga tanah yang kupijak pun sama.
"Pasti, Permaisuriku. Akan kubawakan kota ini untukmu."
Pagi ini kami bersiap-siap untuk pulang. Mengemas barang-barang dan juga buah tangan.
"Kau pulanglah lebih dulu. Para pengawal akan menjagamu. Tunggulah akan kubawakan kota ini untukmu."
Senyum indah terhias teriring kecupan hangat darinya. Tatapanku mengiringi keberangkatan mereka.
Kamar hotel berada di lantai paling atas ini menyempurnakan pemandangan yang kubutuhkan. Kuamati setiap sudut kota, mencocokkan dengan peta yang berada di tangan. Kuberi tanda silang pada gambar yang kuperkirakan terdapat tiang-tiang pancang penyangga kota. Setelah selesai aku segera keluar kamar, menghampiri kuda kerajaan yang setia mendampingiku. Ialah satu-satunya makhluk tanpa sinar di kota ini.
Tidak, berdua denganku. Karena manusia di sini pun mengeluarkan sinar.
Aku mengendarai kuda menuju sudut kota pertama yang paling dekat. Mengelilingi beberapa gedung tinggi, mencari tiang pancang yang kubutuhkan. Tak berapa lama aku berhasil menemukannya, tiang penyangga yang di apit oleh dua buah gedung perkantoran ini kucabut perlahan, setelah selesai aku mulai mencari tiang pancang lainnya.
Kembali kususuri jalan di kota ini. Kini jalanan terasa sedikit miring, mungkin karena salah satu tiang pancangnya telah kucabut.
Sudut kota tempat tiang pancang ke dua telah kutemukan. Berada di sebuah kaki bukit yang tak kalah indah sinarnya. Aku pun segera mencabut dan kembali mencari yang lainnya.
Sepanjang jalan kudengar para penduduk kota mulai berbisik-bisik, pasti mereka merasakan bahwa kota ini semakin miring. Aku harus cepat mencari 2 tiang pancang lainnya.
Satu lagi telah kutemukan tepat berada di sebuah taman kota. Setelah selesai mencabut aku berjalan kembali. Jalanan di kota ini semakin ramai, pihak aparat pun mulai turun memeriksa, sepertinya mereka mulai menyadari apa yang telah terjadi dengan kota ini. Ini kesempatan terakhirku untuk mencabut satu tiang pancang lagi dan membawa kota ini pergi.
~*~
Sebuah email kami terima pagi ini. Email yang berasal dari Dewan Keamanan Kota Sinar. Kejadian aneh menyelimuti kota itu, kemiringan tiba-tiba melanda hingga sinar kota itu tidak bisa menerangi beberapa kota sekitar yang bergantung padanya.
Rapat pagi segera kami gelar. Tim Kesatuan Keamanan telah ikut bergabung. Kota Sinar harus diselamatkan, jika tidak, dapat berpengaruh pada penerangan seluruh dunia.
Kami berbagi tugas. Setiap pasukan dikirimkan memeriksa seluruh sudut kota. Memastikan apa yang telah terjadi pada Kota Sinar.
Tak lama sebuah kabar berhasil kami terima. Beberapa pasukan menemukan bahwa tiga buah tiang pancang penyangga kota telah tercabut. Berarti tinggal satu tiang yang berada tepat di Sungai Cahaya yang merupakan perbatasan kota kami dengan Kota Sinar.
Kami segera meluncur ke Sungai Cahaya, beberapa penduduk terlihat bingung karena aliran sungai telah berbalik ke arah yang berbeda. Pandangan kami menyapu seluruh sudut, terutama di tempat tiang pancang berada. Firasat kami mengatakan bahwa tiang pancang itu akan menjadi sasaran berikutnya.
Tak lama kemudian firasat kami benar. Seseorang mengendarai seekor kuda yang pasti berasal dari luar Kota Sinar menghampiri tiang pancang. Kami tidak menunggu lama. Mobil segera meluncur, tak lupa menghubungi pasukan lain untuk ikut membantu.
~*~
Aku berhasil menemukan tiang terakhir itu berada. Sebuah sungai yang mengalir indah. Andai saja permaisuriku melihat, ia pasti akan sangat bahagia, dan segera bermain di dalamnya.
"Sabarlah, Sayang. Sungai yang indah ini akan kubawa serta untukmu."
Aku segera terjun ke sungai itu. Kubiarkan kuda terus menyebrangi sungai, sementara aku berada di tengah untuk mencabut tiang itu. Beberapa penduduk melihatku dengan heran, aku hanya tersenyum karena sebentar lagi mereka pun akan menjadi hadiah untuk permaisuriku.
Tiang terakhir telah selesai kucabut, lalu membawanya ke seberang sungai tempat kuda menantiku.
Kota itu segera kugulung. Kumasukkan ke dalam wadah silinder lalu menutupnya.
Aku segera naik ke punggung kuda. Namun, ketika aku berbalik arah ....
~*~
"Patroli 1, patroli 1..., segera meluncur ke Sungai Cahaya. Pengacau berada di sana."
Komandan kami memberi informasi kepada yang lain. Kami lihat di tengah sungai orang itu telah berhasil mencabut tiang terakhir Kota Sinar. Goncangan terasa hingga kota kami. Penduduk yang berada di dalamnya menjerit ketakutan.
"Cepat! Dia akan segera membawa kota itu."
Mendadak semua menjadi gelap. Kami melihat orang itu menggulung dan memasukkan Kota Sinar kedalam sebuah silinder tertutup.
"Berhenti! Kembalikan Kota Sinar itu segera!"
Kami segera mengepungnya, hanya lampu mobil yang menjadi penerangan saat ini.
~*~
Mobil sebuah pasukan keamanan menghadang. Beberapa orang mengepung dan mengarahkan senjata. Alis tebal terangkat, senyum sinis pun terlontar pada mereka. Mereka pasti merasa kehilangan, Kota Sinar merupakan sumber cahaya bagi kota mereka. Seperti saat ini, kota yang mereka tempati berada dalam remang, karena Kota Sinar telah tersimpan rapat dan akan menjadi hadiah untuk Permaisuri Tercantik di dunia.
"Berikan silinder itu!"
Mereka berteriak mengancam. Namun, sayang, silinder itu telah berpindah ke leher seekor kuda yang berlari kencang meninggalkan pemiliknya.
~*~
Kami berhasil meringkusnya. Lelaki berpakaian klasik, beralis tebal itu berhasil kami lumpuhkan. Tak banyak kata, kami segera membawanya ke kantor untuk tindakan selanjutnya.
"Serahkan silinder itu!"
Lelaki itu duduk terikat dengan sinar lampu tembak yang masih bertenaga.
"Di mana kau sembunyikan?"
"Tak akan kuberikan!"
Lelaki itu tetap bungkam. Kami menjebloskannya ke dalam penjara sampai ia mau bicara.
~*~
Aku tak peduli apa yang akan mereka lakukan padaku. Setidaknya aku telah berhasil memenuhi keinginan permaisuri. Syukurlah aku sempat menyelipkan silinder itu pada kuda kerajaan yang berhasil meloloskan diri dari kepungan, dan pasti akan mengantarkan silinder itu tepat tujuan.
~*~
Kota mereka semakin gelap. Tak ada lagi sumber cahaya di sana. Energi yang tersimpan perlahan lesap. Semua warga panik, menuntut agar keadaan mereka kembali normal.
Sebuah bangunan yang berisi banyak teralis berada dalam pantauan pasukan klasik yang terlatih, walau dalam gelap sekali pun. Mereka merangsek memasuki bangunan, bergerak tanpa suara, membabat segala penghalang dan membebaskan seseorang yang telah mencuri sebuah kota.
~*~
Permintaan yang bagaikan perintah itu telah terpenuhi. Aku tiba kembali di kerajaan tempat cintaku bersemi.
"Kau baik-baik saja, Baginda?"
"Ya, terima kasih kau telah mengirim pasukan untuk menyelamatkanku."
"Apa pun hal indah di dunia ini tak akan berarti bila tanpamu, Baginda."
Senyuman manis itu meluluhkan rindu. Seorang pengawal kerajaan maju memberikan sebuah silinder tertutup kepadaku.
"Sudahkah kau lihat hadiah dariku?"
"Belum. Aku bersumpah tak akan membukanya sampai kau kembali."
"Baiklah, kita ke taman belakang kerajaan. Kita buka silinder ini di sana."
Permaisuri bergelayut ceria sepanjang kami menuju taman belakang. Taman dengan latar belakang pegunungan batu yang tak dapat ditumbuhi apa pun. Aku mulai membuka tutup silinder, mengeluarkan gulungan lalu menghampar dan menancapkan tiang-tiang pancang di taman yang luas itu. Kota Sinar terlihat begitu indah, penduduknya kembali ceria karena telah terbebas dari gulungan yang menghimpit.
Seluruh wilayah kerajaanku terlihat bercahaya gemerlap bagai langit penuh bintang. Terutama wajah wanita yang kucinta. Tak ada sinar yang dapat menandingi senyum cantiknya.
Mbak Nulis cerpen di blog apa enggak takut risiko dicuri idenya atau dicopas orang lain terus diikutkan lomba cerpen oleh seseorang?
ReplyDeleteCerpennya bagus :)
Hihihii...
DeleteKalau ada yang seperti itu aku tuntut dunia akhirat, Mba :D
Makasih dah mampir ya, mba Arinta