Pada hari Raya Idul Fitri kemarin, saya berhalangan shalat Ied. Supaya tidak kehilangan moment Idul Fitri, saya bersama anak perempuan saya pergi ke sebuah taman yang di sana dilaksanakan shalat Idul Fitri.
Saya duduk di sebuah bangku taman,
yang cukup jauh dari lingkungan shalat. Tiba-tiba ada seorang perempuan tua yang
minta bantuan saya. Saya mendekatinya, ternyata dia bekas menderita stroke,
hingga tak bisa berjalan secara normal.
Saya memapahnya sampai ke lapangan dan
kebetulan ada juga seorang mbak yang membawakan tas beliau. Habis shalat saya
dekati lagi perempuan tua itu, dan saya hantar balik ke rumahnya, di pinggiran
taman.
Baca Juga:
Menghindari Riya dan Hasad di Media Sosial karena Kebaikan Tak Selalu Baik di Mata Orang Lain
Baca Juga:
Menghindari Riya dan Hasad di Media Sosial karena Kebaikan Tak Selalu Baik di Mata Orang Lain
Sambil berjalan, perempuan itu
cerita, kalau sudah beberapa bulan kena serangan stroke, hingga akhirnya dia
bisa berjalan, walaupun belum sempurna. Dia juga cerita, kalau dia tinggal
sendiri. Punya anak perempuan, tapi ikut
suaminya.
Ketika sampai di rumahnya, saya
dibuat kaget. Gambaran rumah fakir terlihat di mata saya. Sendiri? Dalam
keadaan stroke? Di dalam rumah, yang boleh dikatakan dalam kondisi darurat?
Sebelum pulang, saya sisipkan
selembar uang, mudahan sedikit-sedikit bisa menyenangkannya. Ibu berterima
kasih sambil menangis.
Jujur, terbersit di benak saya,
bahwa itu hanya kepura-puraan. Iya, akibat banyaknya pengemis yang pura-pura.
Pengemis-pengemis yang pandai menguras rasa iba pada orang-orang yang hatinya
terlalu lembut.
Suatu hari, saya sisihkan waktu
untuk menjenguk perempuan tua itu. Ternyata, dia masih mengenali saya. Setelah
diizinkan masuk, betapa kagetnya saya. Di dalam rumahnya penuh sesak
barang-barang yang berantakan. Yang hanya celah, satu kasur, kursi yang juga
penuh dengan obat-obatan. Saya dapat memahami hal itu, karena beliau penderita
stroke, tentu tak dapat mengurus semua itu.
Baca Juga:
Kebiasaan Baik Yang Mampu Melindungi Anak
Baca Juga:
Kebiasaan Baik Yang Mampu Melindungi Anak
Kebetulan saat itu dia sedang
makan. Saya tanya, “Makanan siapa ngantar?”
Dia bilang, titip ke tetangga yang kebetulan juga saudara beliau. Tapi, saudaranya laki-laki, maka saya dapat maklum, begitulah laki-laki, bukan kebiasaannya mengurus tetek bengek rumah tangga.
Dia cerita tentang penyakit,
dana-dana yang diberikan saudara-saudaranya untuk berobat, dan juga tentang
putrinya yang sudah tak peduli lagi.
Pada saat menceritakan putrinya, dia
menangis. Satu putrinya, ga tau kemana, semenjak dia bercerai dengan suaminya.
Satu putrinya lagi ikut sama dia, tapi setelah menikah, lebih peduli dengan
keluarga barunya.
Dia juga cerita, putrinya berkata,
“Sekarang surganya tak lagi pada ibunya, tapi pada suaminya. Dia harus taat
pada suami.”
Berkali-kali ibu itu mengucapkan
kalimat itu sambil menangis.
Saya shock dengan kalimat itu. Tega
benar anak itu! Ibu itu juga sering bertanya, “Benarkah seperti itu?”
Belum pulih dari keshockan, sekarang
harus berhadapan dengan pertanyaan itu.
Baca juga
Baca juga
Dear, Istri. Lakukan Hal Ini Saat Kesal Terhadap Suami
Tentu saja itu tidak benar. Memang
seorang wanita, bila sudah menikah, ia harus taat pada suaminya, melebihi
ketaatan pada orang tuanya. Tapi, bukan berarti harus mengabaikan orang tua,
apalagi bila kondisi orang tua yang sangat uzur.
Jujur, saat itu saya marah sekali.
Ingin sekali meluapkan kemarahan pada seorang putri dan suami seperti itu. Tega-teganya dia berkata
begitu, di saat ibunya memerlukan bantuan. Tapi, saya pun pun mencoba memposisikan
diri sebagai seorang anak yang sudah menjadi istri dari seorang laki-laki.
Iya, kadang kondisi
seperti ini menjadi dilema bagi seorang anak yang sudah menjadi istri. Bekerja,
suami, anak-anak dan orang tua. Sulit memberi perhatian secara adil di berbagai
tempat, apalagi lagi jika tempatnya berjauhan.
Tapi, menurut saya, jauhnya tempat
bukan berarti tertutup bagi orang untuk mendapatkan perhatian anak-anaknya.
Baca Juga:
Nikah di Jakarta Mahal? Simak Kisah yang Satu Ini
Jangan Putus Asa Dalam Menanti Jodoh. Cinta Untuk Hanin Part II Lamaran
Persiapan Saat Menghadapi Pernikahan. Ikhwan, Ketahuilah Ini Sebelum Menikah.
Baca Juga:
Nikah di Jakarta Mahal? Simak Kisah yang Satu Ini
Jangan Putus Asa Dalam Menanti Jodoh. Cinta Untuk Hanin Part II Lamaran
Persiapan Saat Menghadapi Pernikahan. Ikhwan, Ketahuilah Ini Sebelum Menikah.
Lalu bagaimana untuk menyikapi
keadaan ini.
1.
Jika memungkinkan,
bicaralah dengan suami, mintalah restu untuk membawa orang tua kita ke rumah
supaya kita bisa merawat mereka.
Mungkin ada beberapa laki-laki yang
merasa keberatan, tapi berusahalah membujuknya sehingga dia berkenan membawa
orang tua ke rumah.
2.
Lalu bagaimana jika tempat
kita tidak memungkinkan? Jika punya saudara, musyawarahlah dengan saudara. Siapa
yang tempat dan waktunya memungkinkan merawat orang tua uzur? Dan kita membantu
dari segi dana. Sering-seringlah berkunjung, setidaknya sering-sering menelpon.
Tunjukkan kita perhatian pada mereka.
Kondisi uzur, mereka lebih memerlukan
sapa hangat dari anak-anaknya daripada materi.
3.
Jika anak satu-satunya. Tempat
tak bisa lagi jadi alasan. Aturlah sedemikian rupa, agar bisa membawa orang tua
ke rumah. Kalau dimusyawarahkan dengan suami dan betul-betul niat untuk
berbakti pada orang tua, insya Allah, akan ada jalan. Rezekinya pun, insya
Allah mudahkan.
4.
Terlalu sibuk.
Hallooo. Berapa miliyar omset yang kita
kejar, sampai harus membuat orang tua yang uzur terlantar? Miliyaran rupiah
tidak akan mampu membalas jasa orang tua. Miliyaran rupiah tidak akan bisa
mengobati sakit hati orang tua yang merasa terabaikan. Miliyaran rupiah tidak akan
bisa menebus surga yang ada di telapak kakinya.
Baca juga Hidup Sederhana, Hidup Bahagia
Jika ada kesungguhan niat, pasti ada jalan. Ingatlah, surga dan neraka dunia akheratmu ada di kaki mereka. Mana yang mau kau pilih?
Jika ada kesungguhan niat, pasti ada jalan. Ingatlah, surga dan neraka dunia akheratmu ada di kaki mereka. Mana yang mau kau pilih?
Kepada yang berpendapat, “Setelah
menikah surga tak lagi di telapak kaki ibu,” ketahuilah :
Surga
tidak ada pada laki-laki yang menyuruh durhaka pada orang tua. Seorang istri
dilarang taat pada suami yang menyuruh berbuat kedurhakaan, apalagi pada orang
tua.
Surga tidak ada pada laki-laki
yang membuatmu mengabaikan orang tua. Surga hanya ada pada laki-laki yang
sayang dan peduli pada orang tuamu.
Dan satu hal lagi:
Sebuah hadits mengatakan: berbaktilah
pada orang tuamu, maka anak-anakmu pun akan berbakti padamu.
Ya Allah....
ReplyDeleteSemoga kelak saya masih bisa memuliakan ibu walaupun udah bersuami...
Sedih baca ceritanya..
barokallahufik
ReplyDeleteSalah kaprah yang kebablasan ya mba. Sedih bacanya
ReplyDeleteHalo mbak.. Surga d telapak kaki ibu.. Walaupun sebagai istri punya kewajiban terhadap suami. Namun jangan sampai kita melupakan seseorang yang sudah melahirkan kita..
ReplyDeleteSalam blogger