"Sebaiknya kau jangan menghubunginya lagi." Wida menatap sahabatnya serius di balik meja makan.
"Kenapa?" Jawab Reni dengan wajah emosi tak terima.
"Ini sudah sepuluh tahun berlalu, Ren. Dan kau ngga bisa begini terus!"
Wida membalas dengan wajah yang tak kalah ketus.
"Justru karena sepuluh tahun, Wid! Sepuluh tahun aku mencari jejaknya ke mana-mana. Dan sekarang? Kau minta aku melepaskan begitu saja?"
Reni mulai menyingkirkan semua menu makan siangnya. Bukan ini reaksi yang ia harapkan. Sebenarnya ia ingin meminta dukungan dari Wida karena ia telah berhasil bertemu kembali dengan cinta lamanya.
"Tapi kau kan tahu sekarang dia sudah menikah dan punya anak, jadi buat apa? Jauhi dia. Jangan tenggelam pada masa lalu. Lanjutkan masa depanmu, Ren!"
"Kau ngga ngerti perasaanku, Wid!" Reni berdiri, kedua tangannya menekan meja dan wajahnya memerah.
Wida mengangkat wajah sebentar lalu menggeleng tidak percaya.
"Kau selalu seperti ini jika membahas lelaki itu," ucap Wida sambil menarik napas panjang.
"Dan kau selalu membencinya, Wid. Dari dulu!"
Reni tertunduk diam. Jauh dalam hati dia mengakui bahwa saran sahabatnya itu benar.
"Aku heran, apa sih yang membuatmu begitu berkeras ingin bersamanya, Ren? Bukankah dia sudah melukaimu? Dulu dia hanya menjadikanmu selingan atau apalah namanya..., padahal dia sudah bertunangan."
"Dia mencintaiku, Wid! Aku yakin itu."
"Dia mencintaimu dan tetap bersama tunangannya? Entah kau yang bodoh atau dia yang terlalu pintar?"
Mereka berdua terdiam. Saling melemparkan pandangan jauh keluar pagar. Tak lama Wida melirik kembali ke wajah sahabatnya. Ia melihat ada sebuah genangan yang mulai tak tertampung lagi di kedua mata Reni.
"Lupakan dia, Ren. Lupakan."
"Kau ngga akan pernah mengerti, Wid."
"Jangan biarkan laki-laki itu membuatmu gila, Ren. Ada aku dan juga ada keluargamu. Perjuanganmu sudah jauh saat ini. Jangan kau jatuhkan lagi mentalmu dengan perasaan itu lagi. Jangan, Ren...."
Reni terisak. Ia mencoba mengendalikan perasaannya agar tidak berteriak.
"Hapus air matamu segera, Ren. Edo dan anak-anak menuju ke sini," pinta Wida begitu melihat seorang laki-laki berkemeja biru dengan dua orang anak kecil menuju arah mereka.
"Astaga, dasar perempuan. Kangen-kangenan aja sampai nangis-nangis begini. Sudah selesaikah? Ayo pulang. Aku dan anak-anak sudah makan tadi di luar. Aku juga harus segera kembali ke kantor." Edo berujar sambil tersenyum melihat anak-anaknya bergelayut manja pada istrinya.
"Baiklah. Aku akan coba saranmu. Thanks sudah mau mendengarkan. Kalau begitu aku pulang. Salam buat suami dan anak-anakmu nanti." Reni berbisik saat memeluk Wida sejenak kemudian menggandeng tangan kedua anaknya dan melangkah bersama Edo meninggalkan rumah sahabat karibnya.
Wida mengiringi mereka dengan tatapan mata yang teriring doa sambil menyimpan erat rahasia rumah tangganya yang mulai goyah karena diterpa kehadiran perempuan ke tiga.
Wida mengiringi mereka dengan tatapan mata yang teriring doa sambil menyimpan erat rahasia rumah tangganya yang mulai goyah karena diterpa kehadiran perempuan ke tiga.
0 Response to "SAAT JAM MAKAN SIANG"
Post a Comment
Tinggalkan jejakmu di sini :)
Maaf, mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Thanks.