Orang tua mana yang ingin memiliki anak yang tuli?
Atau adakah seseorang yang ingin hidup di dunia ini dalam keadaan tuli?
Pasti jawaban serentak yang terdengar adalah, tidak ada yang mau.
Pada tanggal 20 November 2016 kemarin, saya mengikuti sebuah talk show yang diadakan oleh Yasmina Foundation di Bogor. Talk show tersebut menghadirkan seorang narasumber yang benar-benar istimewa bagi saya karena berbeda dari dua narasumber lainnya yaitu Galuh Sukmara Soejanto, S.Psi, M.A.
Ibu kelahiran Banjarnegara 9 Juni 1978 ini adalah seorang perempuan tuli. Saat pertama saya melihatnya, tidak terlintas sama sekali jika perempuan berwajah teduh itu tidak dapat mendengar. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Hari itu, dengan penuh kepercayaan diri, Ibu Galuh naik ke panggung. Menceritakan semua pengalaman hidupnya dari kecil hingga sekarang.
Ibu Galuh bercerita dengan bahasa isyarat dan juga gerakan bibir yang dibantu oleh seorang penerjemah. Sulit sekali saya menggambarkan perasaan sendiri pada saat mendengarkan cerita Beliau. Antara kagum, sedih, terharu dan juga penuh syukur terkumpul dalam mata saya yang berkaca-kaca.
"Tuli bukanlah kecacatan, namun anugerah yang patut disyukuri."
Saya menelan ludah saat mendengar kalimat tersebut. Kalimat itu bukanlah sekedar kalimat penghibur. Tetapi sebuah kalimat yang penuh dengan semangat kehidupan. Menapakkan langkah setapak demi setapak dalam keheningan. Menjawab semua cemooh dengan berbagai prestasi yang berhasil diraih. Menghadapi dunia dengan penuh wibawa, karena dirinya mampu meraih gelar dalam pendidikan, menguasai berbagai bahasa negara lain dalam bahasa isyarat dan kini mampu berbagi ilmu serta menebarkan inspirasi kepada setiap orang yang Beliau temui.
Mungkin bagi kita tak ada bedanya arti antara tuli dan tunarungu. Tetapi bagi Ibu Galuh di antara tuli dan tunarungu itu berbeda jauh. Kata tunarungu terdengar kurang nyaman, walau pun terdengar lebih halus tetapi memiliki kesan meminggirkan hak-hak orang-orang yang tuli untuk diakui dalam mengakses informasi. Bagi Ibu Galuh, kata tuli jauh lebih terbuka dan nyaman tetapi tidak membatasi orang-orang tuli untuk melakukan komunikasi di mana saja dan cara komunikasi yang paling tepat bagi orang-orang tuli adalah dengan menggunakan bahasa isyarat.
- Galuh dan Semua Keheningan
Ibu Galuh tidaklah terlahir dalam kondisi tuli. Terjatuh pada usia dua tahun menyebabkan dirinya tidak dapat mendengar lagi. Mendapati kenyataan seperti itu, kedua orang tua Ibu Galuh menerima dengan tulus.
Tidak adanya sekolah luar biasa di tempat tinggalnya, membuat Ibu Galuh harus menempuh pendidikan mulai dari SD hingga SMA di sekolah umum. Jangan tanya lagi bagaimana mental yang dimiliki oleh ibu yang satu ini. Bukan sekali dua kali Ibu Galuh menerima ejekan dari teman-temannya. Selain itu, Ibu Galuh juga berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh guru dan teman-temannya melalui cara membaca gerakan bibir saat mereka berbicara.
- Galuh dan Pendidikan
Tentu bisa dibayangkan betapa besarnya perjuangan Beliau bersekolah saat itu. Tapi, dengan fasilitas seadanya Ibu Galuh berhasil menyelesaikannya kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi.
Perguruan tinggi ternyata bukanlah hal yang lebih mudah. Kesulitan mulai Ibu Galuh alami sejak awal mengikuti seleksi pendidikan di UGM.
Dimulai dari berhadapan dengan dokter ketika pemeriksaan saat masuk universitas. Ibu Galuh berusaha keras menebak apa saja yang diucapkan dokter tersebut agar dapat menjawab dengan tepat. Dan Beliau sangat bersyukur ketika hasilnya bagus hingga berhasil tercatat sebagai seorang mahasiswa psikologi di UGM.
Tapi apa yang terjadi saat Beliau duduk di jenjang pendidikan ini? Ibu Galuh benar-benar berada dalam masa-masa yang sulit. Beliau berulang kali gagal dalam mata kuliah. Beliau tidak dapat mengartikan ucapan-ucapan dari dosen yang kerap berbicara terlalu cepat.
Saat itu, Ibu Galuh berusaha semaksimal mungkin. Bahkan Beliau sempat menyampaikan pada pihak universitas tentang kesulitan yang dialaminya. Tetapi sayangnya, tidak ada solusi yang ditawarkan. Karena memang belum adanya fasilitas untuk orang-orang tuli di universitas-universitas yang berada di Indonesia.
Dalam keadaan yang hampir saja memaksa Ibu Galuh untuk menyerah, di tengah perjalanan kuliah Ibu Galuh bertemu seorang teman yang menguasai bahasa isyarat dan bersedia membantu dalam mengikuti mata kuliah. Hingga akhirnya, Ibu Galuh berhasil menyelesaikan kuliahnya walau harus menempuh waktu sepuluh tahun.
Ibu Galuh merasa dirinya selalu haus akan ilmu, hingga memilih terus menempuh pendidikan. Ibu Galuh pun meneruskan pendidikan S2 Bahasa Isyarat di La Trobe University, Bundoora, Melbourne, Australia.
Berbeda dengan dunia pendidikan di Indonesia. Saat pihak universitas mengetahui bahwa Ibu Galuh adalah seorang yang tuli, pihak universitas memberinya dua orang penerjemah untuk mendampingi belajar secara bergantian. Ibu Galuh juga mendapatkan seorang pencatat semua mata pelajaran. Hal ini membuat Ibu Galuh dapat mengikuti kuliah dengan baik sebagaimana orang normal lainnya. Penerjemah dan juga pencatat materi yang membantu Ibu Galuh, keduanya dibayar oleh Negara Australia karena merupakan bagian fasilitas bagi seorang mahasiswa seperti Ibu Galuh.
- Galuh dan Kepedulian Terhadap Sesama Orang-Orang Tuli.
Selesai menempuh pendidikan di Australia, Ibu Galuh kembali ke Indonesia. Banyak anak-anak tuli di Indonesia yang kurang mendapatkan akses yang membuat pintar. Jangankan untuk menempuh pendidikan, bahkan untuk sekedar berkomunikasi dengan orang-orang sekitar, itu terasa sulit sekali.
Saat menjadi pembicara di acara talk show yang saya ikuti, Ibu Galuh berpesan bahwa orang tua dari seorang anak yang tuli adalah kunci keberhasilan dan masa depan anak. Orang tua harus bisa berkomunikasi dengan baik. Selalu mendukung dan menerima keadaan anak secara nyata bahwa anaknya tuli. Serta wajib memberikan hak pendidikan bagi anak.
- Galuh dan Usia Cantik
Usia cantik antara 35 sampai 45 tahun adalah di mana seorang wanita berada dalam fase kedewasaan dalam hidup. Seseorang yang menjelma menjadi wanita yang lebih sempurna, bahkan hidup akan semakin terasa cantik dan indah seiring berjalannya waktu.
Dan pada saat memasuki usia 35 tahun, tepatnya pada Juli tahun 2013, Ibu Galuh mewujudkan kepeduliannya kepada anak-anak tuli dengan mendirikan The Little Hijabi Homeschooling.
Melihat sistem yang ada di sekolah luar biasa yang kurang mendukung dalam memberikan bahasa isyarat pada anak-anak tuli membuat Ibu Galuh berpikir keras.
Karena berdasarkan riset yang Beliau lakukan sejak tahun 1997, sekitar 95% anak-anak tuli yang lulus dari SLB yang tidak diberi akses bahasa isyarat di kelas cenderung lemah dalam kemampuan baca-tulis dalam Bahasa Indonesia, dibandingkan anak-anak tuli yang diberi akses bahasa isyarat.
The Little Hijabi Homeschooling terdiri dari beberapa guru yang juga tuli dan ada juga yang normal. Dengan sistem homeschooling yang diterapkan, setiap guru mendampingi setiap siswa setidaknya 4-5 orang. Materi yang diberikan pun berdasarkan keinginan siswa.
Materi yang disampaikan, menggunakan prinsip kenyamanan untuk siswa. Agar lebih mudah dan nyaman untuk menangkap materi.
Ibu Galuh menggunakan tiga sistem pembelajaran di sekolah ini. Pertama adalah pendekatan alam. Anak-anak dapat berpetualang dan berinteraksi dengan alam, seperti merawat tanaman sebagai bentuk latihan tanggung jawab. Yang kedua, sistem homeschooling, yang dapat memberikan kenyamanan sekaligus menerapkan kedisiplinan akan tugas-tugas anak saat herada dalam rumah, hal ini juga akan membentuk pribadi anak yang berkarakter karena juga melibatkan orang tua sebagai pendidik. Yang ketiga adalah pembelajaran dengan pendekatan Ilahi, pengenalan dan penerapan dalam agama Islam sehari-hari.
Sekolah ini menggunakan dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan juga Bahasa Isyarat. Karena bahasa isyarat adalah hak dan juga lebih memerdekakan teman-teman yang tuli dalam berkomunikasi. Bahasa isyarat juga lebih terstruktur layaknya bahasa lainnya hingga lebih mudah digunakan dalam berkomunikasi. Selain itu, bagi anak-anak yang menguasai bahasa isyarat akan lebih cepat mengalami kemajuan dalam meningkatkan kecerdasannya.
Dan saat ini pun, Ibu Galuh aktif menjadi pembicara di berbagai acara. Membuka mata semua orang bahwa orang tuli itu ada dan memiliki hak yang sama tanpa harus mengesampingkan kekurangan fisik yang dimiliki.
Ibu Galuh saat mengisi talk show yang saya ikuti |
Ibu Galuh merupakan seorang perempuan yang tidak gampang menyerah. Melihat kegigihan Beliau, saya sempat merasa malu. Karena sebagai seorang perempuan yang normal sangat tertinggal jauh.
Tetapi saat itu, Ibu Galuh juga dapat mengubah rasa malu saya menjadi sebuah semangat yang lebih baik dalam menjalani hidup. Karena bagaimana pun kondisi fisik seseorang, dalam menjalani hidup pasti akan mengalami beberapa rintangan.
“Lomba blog ini diselenggarakan oleh BP Network dan disponsori oleh L’Oreal Revitalift Dermalift.”
Salut dan salam kenal ya MBa Galuh. yang nulis juga keren banget, inspiratif ya...bikin tambah bersyukur
ReplyDeleteSemangatnya luar biasa ya Ibu Galuh ini. Bahkan kita yang normal, biasa-biasa saja.
ReplyDeleteGood luck lombanya!
Ya Allah, mengisnpirasi banget. Salut buat Mbak Galuh :)
ReplyDeleteMba, saya meerinding dan pengen nangis baca ini karena keadaan saya normal dan masih sering menyerah..makasih infonya ttg hijabi homeschooling, kebetulan ada tetangga yg anaknya tunarungu :)
ReplyDeletesaya langsung mikir pas baca "tuli bukanlah kecacatan,tapi anugerah yang patut disyukuri ".. salut banget sama mba galuh, tauladan banget buat kita ya mba.
ReplyDeleteSangat insfiratif
ReplyDelete