Memang banyak sekali wanita yang sangat menyukai perjalanan liburan, berwisata atau sekedar cuci mata sebentar menghilangkan penat. Begitu juga saya, walau pun saya termasuk wanita yang selalu berada di dalam rumah.
Sebenarnya Islam pun menganjurkan umatnya untuk berwisata, seperti terdapat dalam ayat Al-Qur'an berikut:
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ الآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ سِيَاحَةَi أُمَّتِيْ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Sesungguhnya kelana umatku adalah jihad fi sabilillah.” (HR Abu Dawud: 2486)
ٌ
Eits, tenang, jangan takut yah mendengar kata jihad fi sabilillaah, kita ngga akan ngomongin tentang perang koq, terlalu sempit kalau kata jihad itu selalu diartikan dengan perang.
Oke, balik lagi ke bahasan yah.
Segala sesuatu dilihat dari niat. Jadi, hukum wisata pada dasarnya adalah boleh. Tapi bisa juga menjadi haram jika kita berwisata hanya untuk menghambur-hamburkan harta yang akan menjadikan kita keras hati dan tidak peduli terhadap sesama. Tetapi, akan menjadi wajib jika kita berwisata dengan niat memperbaiki diri, mengingatkan tentang berbagai macam kewajiban terhadap sesama muslim dan menyampaikan kebaikan-kebaikan lainnya.
Saya bergabung dalam sebuah komunitas dakwah yang sebagian orang banyak beranggapan yang kami lakukan hanyalah berwisata, bersenang-senang dan menghabiskan uang.
*Note: Anggapan itu salah besar.
Saya ulas sedikit terlebih dahulu yah.
Bagi para laki-laki memang diwajibkan meluangkan waktu selama tiga hari setiap bulannya untuk beritikaf di masjid atau di mushala yang disepakati.
Ini pun berdasarkan kemampuan dan tingkatan keimanan. Jika masih awal bergabung, bisa mengikuti berdasarkan kesanggupan, misalnya satu hari atau sekedar mengunjungi jamaah yang sedang beritikaf selama beberapa jam.
Jika sudah sering dan aktif, maka lamanya masa itikaf dapat ditingkatkan, tiga hari setiap bulan, empat puluh hari dalam setahun dan empat bulan sekali seumur hidup.
Ketentuan itu masih sangat jauh dari apa yang dilakukan oleh Rasulullaah SAW dan juga para Sahabat yang berjuang dan berdakwah setiapa saat.
Dan yang harus diingat adalah adanya syarat dan ketentuan yang harus dijalankan, seperti:
~ Meninggalkan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan, dan juga memiliki bekal yang cukup untuk dirinya sendiri.
~ Tidak meninggalkan pintu rezeki dalam keadaan tertutup secara total, maksudnya jika seorang pedagang pastikan ada yang menggantikan atau bagi karyawan mendapatkan izin dari perusahaan sesuai dengan masa yang ditentukan.
~ Menjalankan semua program sesuai dengan tertib yang ditetapkan.
Jadi, jangan katakan para suami itu menelantarkan keluarga yah. Karena jika seseorang telah memutuskan untuk berangkat itikaf dan berdakwah, wajib hukumnya melakukan musyawarah dengan anggota keluarganya.
Nah, lalu bagaimana dengan istrinya?
Saat ditinggal itikaf adalah saat yang tepat untuk seorang wanita melatih diri untuk bertawakal. Toh, kita tidak ditinggalkan seperti lamanya Siti Hajar ditinggal Nabi Ibrahim AS atau pun istri Rasulullaah SAW yang ditinggal berdakwah atau berperang.
Di sini juga kesabaran kita diuji, karena ditinggal dakwah berbeda dengan ditinggal suami yang bekerja. Akan banyak godaan bahkan cibiran yang diterima. Maka, wajib juga hukumnya bagi istri untuk meningkatkan amalan selama suami pergi.
Lalu, apakah istri tidak bisa ikut serta? Tentu boleh dan sangat dianjurkan.
Pada zaman sekarang para wanita sudah terbiasa keluar rumah dengan aktifitas yang beragam pula. Ada sebuah program itikaf di mana suami dapat mengajak serta istrinya, bisa juga ibu atau anak wanitanya yang sudah baligh. Program yang diniatkan dapat menaikan kembali kualitas keimanan bagi suami dan juga istri.
Dalam melaksanakan kegiatan ini pun ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Ketentuan:
~Wanita yang ikut serta wajib didampingi mahram dari awal hingga selesai.
~ Minimal 4 pasang suami istri-maksimal 5 pasang.
~ Keberangkatan diketahui oleh masjid pusat. Kalau di Jakarta, masjidnya terletak di Jl. Hayam Wuruk biasa dikenal dengan Masjid Jami Kebon Jeruk.
~ Bagi suami, sebelumnya harus sudah pernah mengikuti program itikaf minimal tiga hari full.
~ Pakaian yang digunakan para wanita harus berwarna hitam dan menutupi seluruh bagian tubuh. Baik itu kaki, telapak tangan, wajah dan juga mata. Jadi, jika keseharian hanya memakai jilbab biasa, saat ikut kegiatan ini diwajibkan menggunakan niqab, ditambah sehelai tipis lagi untuk menutupi mata. Kita masih bisa melihat keluar koq, tenang aja. Suami dapat mengenali melalui hal-hal kecil yang kadang tidak terduga. Kalau sekedar mengenali istri dari sepatu atau tas yang dipakai mah biasa. Ada juga yang mengenali istrinya melalui postur tubuh. Dan tidak menutup kemungkinan, suami mengenali istrinya karena rasa saling memiliki yang sudah terjalin cukup lama.
~ Tidak boleh membawa anak. Pasti mikir deh.
Ya ampun, koq ibu ninggalin anaknya? Tega banget. Kalimat itu salah, pake banget.
Berapa banyak waktu yang dihabiskan seorang ibu untuk anaknya, untuk keluarganya, dan berapa banyak waktu yang dimiliki untuk belajar agama?
Katakanlah wanita itu adalah seorang ibu yang full time di rumah, dapat menyambi hafalan Al Qur'an di sela-sela kesibukan. Kebayangkan betapa repotnya?
Belum lagi aktivitas yang bersifat dunia lainnya.
Nah kegiatan ini bertujuan memberikan waktu belajar agama bagi para wanita, praktek mengamalkan sunnah, menunaikan kewajiban agama mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur. Menjalani hari-hari tanpa tevelisi, gadget dan selalu membicarakan tentang ilmu agama.
Kembali ke masalah anak. Sebelum memutuskan untuk berangkat. Biasanya anak dititipkan ke anggota keluarga lain seperti kakek dan neneknya. Atau ada juga jamaah yang biasa melakukan itikaf tetapi sedang tidak berangkat bersedia menjaga anak-anak yang ditinggal dalam waktu yang telah ditentukan.
~ Selama dalam perjalanan, laki-laki dan wanita terpisah. Begitu pun setelah sampai tujuan. Laki-laki harus itikaf di masjid dan wanita berada di dalam sebuah rumah tempatan yang juga tidak ada anggota keluarga laki-laki di dalamnya karena bergabung itikaf di masjid.
Pasti mikir lagi deh, koq suami istri dipisah? Sekali lagi, program ini dibuat untuk memberikan waktu belajar agama secara fokus bagi seorang istri.
Kemudian apa saja yang dilakukan?
~ Untuk para wanita wajib berada di dalam rumah yang dituju. Tetap menggunakan hijab full tapi tanpa niqab. Ada satu orang yang bertugas untuk berkhikmad, seperti memasak dan yang lainnya, bergantian setiap harinya.
~ Untuk memenuhi kebutuhan satu orang laki-laki yang bertugas berbelanja, mengantarnya ke halaman rumah yang ditempati dan wanita yang memasak lalu makan berjamaah.
~ Para suami membuat jadwal program yang akan dilakukan para istri di dalam rumah. Program terdiri dari membaca kitab hadis dan kitab lainnya, satu orang membaca yang lain mendengarkan. Ada juga waktu tilawah, belajar enam sifat yang dimiliki oleh para Sahabat Rasulullah, diberi waktu untuk mengulang-ulang materi adab rumah tangga secara islam, mulai dari cara memasak, mencuci, hingga mendidik anak secara syar'i. Sehingga ketika waktunya pulang, para wanita ini terbiasa menerapkannya di rumah.
Itulah niqab travelling yang saya gambarkan secara garis besar. Tujuan niqab travelling ini bisa ke mana saja, mulai dalam kota, lain provinsi, negara tetangga bahkan ke ujung dunia.
Niqab travelling ini biasanya lebih dikenal dengan gerakan dakwah masturoh yang tergabung dengan gerakan dakwah Jamaah Tabligh.
Sebenarnya tidak dianjurkan memberi nama pada aktivitas ini, hanya saja nama itu sudah terlanjur melekat.
Wah bagus juga yah kegiatannya.
ReplyDeleteTapi klo ninggalin anak aku gk bisa lama2. Gak ada yg jagain anakku sih klo kelamaan gitu
Iya, lihat kondisi di rumah juga, Um. Harus dimusyawarahkan sebelumnya
Deletebaru tau mbak, jadi pengetahuan baru :)
ReplyDeleteMakasih dah mampir, Mba Tetty
DeleteIni termasuk yg berpindah dari masjid satu ke lainnya ya
ReplyDeleteBener, Mba Ev
DeleteLaki2nya di masjid. Ibu2nya di rumah warga yang aktif juga. Maksimal 3 hari, lalu pindah lagi
Seru juga ya. Seneng liat foto-fotonya. Kalo saya ikut kudu pake cadar dong ya hehehe
ReplyDeleteMba Angga makasih sharingnya. Baru tahu ada kegiatan seperti ini :)
ReplyDeleteMudah-mudahan someday bisa ikutan ^^
Wah bau tau nih ada kegiatan niqab travelling... ada rihlah ke t4 wisata gak mba selain beelajar di dlm rumah?
ReplyDeletebelum bisa saya kalau yang ini. :)
ReplyDelete