Menjadi seorang ibu rumah tangga itu berjuta rasanya. Di mana seorang wanita benar-benar menemukan sebuah pengalaman hidup secara nyata, tanpa ada teori yang sama persis dengan prakteknya.
Gaya hidup masa lajang harus terjun bebas saat memasuki kehidupan rumah tangga. Jalan-jalan santai hingga larut malam harus ganti dengan berjaga saat si kecil terkena demam. Jajan-jajan sesuka hati harus ganti dengan ketelitian dengan kecermatan dalam menghemat uang belanja agar bertahan satu bulan. Begitu juga dengan waktu senggang, bila saat lajang banyak dihabiskan untuk bersantai bersama teman-teman, kini harus fokus membagi waktu dengan berbagai pekerjaan rumah tangga. Wanita yang memasuki kehidupan rumah tangga harus dapat mengenali kondisi semua anggota keluarganya dan yang terpenting adalah mengenali kondisi dirinya sendiri.
Bukan sekali atau dua kali kita mendengar berita tentang ibu rumah tangga yang melakukan tindakan di luar akal, mulai dari tidak fokus saat berkendara hingga melukai diri sendiri bahkan anak-anaknya.
Untuk itu sebagai seorang ibu rumah tangga, saya sangat berhati-hati menjaga kondisi agar sehat jiwa dan raga.
Selain semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT hal yang kerap saya lakukan adalah menulis.
Bagi saya, menulis dapat melepaskan beban dan juga kelelahan setelah menjalankan aktivitas di rumah bersama pekerjaan dan juga mengurus anak-anak, hingga akhirnya menulis merupakan sebuah terapi yang efektif.
Kegiatan menulis berawal dari mengikuti grup-grup menulis di media sosial. Menulis cerita-cerita pendek dan berhasil tergabung dalam beberapa buku antologi.
Seiring berjalannya waktu, saya mengenal dunia blog melalui sahabat saya.
Seiring berjalannya waktu, saya mengenal dunia blog melalui sahabat saya.
Banyak hal yang saya tuangkan dalam tulisan di blog yang saya kelola, baik fiksi atau pun non fiksi.
Dengan adanya blog, dapat membantu saya berlatih menulis setiap harinya. Namun, tetap saja masih ada satu hal yang belum dapat saya wujudkan, yaitu menulis sebuah kisah fiksi panjang hingga layak untuk diterbitkan menjadi sebuah novel solo.
Dengan adanya blog, dapat membantu saya berlatih menulis setiap harinya. Namun, tetap saja masih ada satu hal yang belum dapat saya wujudkan, yaitu menulis sebuah kisah fiksi panjang hingga layak untuk diterbitkan menjadi sebuah novel solo.
Imajinasi yang memenuhi kepala sering sekali menguap dengan mudahnya. Alih-alih repot dengan pekerjaan rumah dan juga anak-anak sepertinya menjadi mentah saat saya menemukan sebuah komunitas yang bernama Smart Writer.
Smart Writer adalah sebuah kegiatan kursus menulis secara online yang dibimbing oleh dua orang penulis profesional, yaitu Leyla Hana dan Riawani Elyta.
Saya mengenal kedua mentor Smart Writer itu melalui dunia blog. Membaca semua aktivitas harian yang mereka lakukan dan juga prestasi-prestasi yang berhasil mereka raih. Dan, yang paling penting adalah mentor Smart Writer ini adalah seorang ibu rumah tangga.
Melihat produktifitas mereka dalam menelurkan karya dalam buku-bukunya membuat saya berpikir bahwa saya harus mengikuti jejak mereka dan membuang jauh alasan-alasan yang menjadikan semangat terbungkus kuat oleh rasa malas.
Smart Writer yang telah berjalan selama satu tahun ini berhasil membuktikan keberadaannya. Peserta berasal dari berbagai kalangan seperti blogger, ibu rumah tangga, banker, akademisi, mahasiswi, sampai dokter telah bersiap menantikan buku mereka terbit dan beredar di toko-toko buku.
Semoga saya memiliki kesempatan untuk bergabung dengan mereka semua.
1st Giveaway Smart Writer |
Semoga terpilih sebagai salah satu pemenang, Mbak.
ReplyDeleteSalam kenal dari Pemalang :)
Semoga menang, ya? ^^
ReplyDeleteWaah emang iya nulis itu terafi bagi IRT seperti aku ini, menjadi me time :) semoga lolos ya :)
ReplyDeleteAamiin.. Terima kasih sudah ikutan ya mbaa. :-)
ReplyDeleteWahhh, keren mbak. Menulis ibu benar2 terapi yang sangat membantu IRT seperti saya . Hehehe
ReplyDelete