PENANTIAN RATU BIDADARI

PENANTIAN RATU BIDADARI
Penulis: Anggarani Ahliah Citra

"Ya Allaaah ... Ini semua salah hambaaa. Pengorbanan hamba masih kurang di jalan-Mu. Ampuni hamba, Yaaa Robb. Semoga mereka menemui-Mu dalam keadaan beriman ..."
Tangis penyesalan diri terdengar riuh bergantian. Acara khidmat pertemuan para pekerja dakwah di negeri atas angin Takengon 2004 berubah seketika menjadi jerit muhasabah. Badai besar menggulung Serambi Mekah tercinta banyak memakan korban jiwa. 
Kesombongan dunia runtuh seketika saat Sang Pemilik memberi izin samudra hindia menumpahkan seluruh isinya. Kejadian ini sontak menjawab semua keraguan hati penuh was-was satu malam sebelum meninggalkanmu di sana ... Belahan Jiwaku.
~*~ 
Hening malam mengikutiku merebahkan tubuh kembali di peraduan yang selalu dalam keadaan rapi dan wangi. Kutatap penuh cinta wanita sholeha yang masih bermunajat di sepertiga malam ini. Rutinitas religi yang tak pernah terlewati oleh kami. 
 Nikmat dunia tiada tara, usaha yang kukelola maju pesat, dikaruniai empat orang anak, 2 putri dan 2 putra. Saat ini dua anak tertuaku pergi menimba ilmu agama di luar propinsi. Kau adalah sesuatu yang paling berharga, sebagai anugerah dan amanah untukku. Binar cinta selalu terpancar dari sepasang bola kristal milikmu, senyum anggun menyejukkan hati bahkan mampu meredakan emosi. Tak pernah kau tampakkan wajah masam di hadapan, membuatku tak pernah jemu dalam merindu.
"Tidurlah, Bi? Masih ada waktu sebelum subuh, biar nanti Umi bangunkan. Perlengkapan untuk esok telah Umi siapkan semua." 
"Aku mencintaimu, Umi ...."
"Aku pun mencintaimu, Abi, lebih dari yang kau ketahui."
Kau selalu menabur bunga di hatiku.
"Istirahatlah, Bi. Persiapkan fisikmu untuk esok hari menghadiri pertemuan besar sesama pekerja dakwah di Takengon." 
"Bagaimana denganmu? Kau selalu terjaga bila aku belum terlelap. Seperti malam ini, kau pasti akan melanjutkan tahajud dan tilawahmu, bukan? Kau pun harus menjaga kesehatan, hampir setiap malam kau hanya tidur selama 1 jam."
"Aku hanya ingin kau merasakan kenyamaan saat di sisiku," ia menghampiri dan duduk di sisi ranjang bersamaku," ibadahku bentuk ungkapan syukur kepada-Nya. Tempat mencurahkan isi hati dan juga mengajukan permintaan."
"Apa yang selalu kau minta kepada-Nya?"
Rona jingga menyeruak dari bening pualam wajahmu yang tersipu malu. 
"Memang ada satu permintaan khusus yang selalu kupanjatkan. Aku ingin keindahan saat ajal menjemput. Keindahan berupa terjaganya aurat serta tidak tersentuh oleh laki-laki yang bukan mahram. Dan yang terpenting adalah, menjadi ratu bidadari untukmu."
Nuansa pelangi menghiasi ucapanmu hingga terdengar begitu indah. Entahlah, kenapa kali ini hati terasa begitu berat meninggalkanmu. Padahal, hanya memakan waktu 10 hari di Takengon yang tidak seberapa jauh dari kota Banda Aceh. Tidak seperti sebelumnya, yang mengharuskan aku pergi berdakwah selama 40 hari atau 4 bulan di luar pulau atau luar negeri. Tapi, rasa itu tak kuungkapkan. Karena aku paham, hal itu akan mengundang kemarahanmu, karena kau selalu mengingatkan bahwa berpikir sesaat untuk agama lebih baik dari 1000 rakaat sholat sunnah. Walau marah itu tetap tak mampu merenggut pesona keindahanmu, bahkan membuatku semakin ingin merengkuhmu dalam pelukan.
Ah, benar adanya, bahwa wanita berada di balik kesuksesan dunia dan akhirat seorang lelaki.

~*~

Pagi menjelang, memaksaku untuk bersegera agar tidak terlambat menghadiri pertemuan. Semua perlengkapan sudah siap di dalam mobil, namun hati ini tetap enggan melangkah. Kupandang kembali dirimu yang menemani duduk di teras memangku si Bungsu, dan juga Abang putra ketiga kita yang sedang bermain lepas. Pagi ini, kau tampak begitu memesona. Walau purdah lengkap dengan sarung tangan dan kaki selalu melindungimu, tetapi aura kecantikanmu menyilaukan mata menembus hatiku.
"Berangkatlah, Bi. Tak ada yang perlu kaucemaskan dalam rumah ini. Allah akan menjaga semua. Dan aku, akan tetap seperti ini, menantimu sampai kau kembali."
"Entahlah, kali ini aku merasa ingin selalu bersamamu."
"Istigfarlah, Suamiku. Jangan sampai pesona istri melalaikan tugas dakwahmu. Bukankah ada mahfum hadist yang mengatakan bila seorang wanita mendorong suaminya keluar rumah di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan dia dapat menerima dengan ikhlas segala kesulitan saat ketidaan suaminya, maka ia akan memasuki syurga 500 tahun lebih dulu dari suaminya, dengan 70.000 malaikat akan menyambutnya. Berikanlah tiket itu untukku, jangan kembali sebelum tuntas tugasmu, karena aku ingin menantimu di syurga." 
"Umi ... umi, mau ke syurga yah? Abang ikut, Mi." Celetuk Abang.
"Insya Allah, Nak."
"Kita ke syurganya naik apa, Mi?"
"Naik mobil jeep milik Abi, 'kan mobil jeep ini selalu antar kemanapun Abi berdakwah, jadi nanti mobil ini juga yang akan antar kita syurga."
Kau menggendong bungsu dan menarik tanganku menuju mobil. Mengusir paksa keengganan hati.

~*~
Seperti biasa, sopir mengantarku ke masjid pusat dakwah di Aceh, dan melanjutkan perjalanan ke Takengon bersama teman-teman lainnya. Masjid Takengon ramai riuh dengan zikir menggema di setiap sudut, cermin indahnya kebersamaan dalam iman. Berkumpul bersama para pekerja dakwah yang berasal dari berbagai negara. Bukan hanya itu, kali ini Takengon juga penuh dengan hewan tidak seperti biasanya, mungkin mereka ingin ambil bagian dalam kerja dakwah yang selalu menyampaikan perkara iman yakin.

~*~

Tiga hari keberadaanku di sini, tetap tak dapat mengalihkan bayangmu dari pandangan, membuatku memperbanyak istigfar. Dan malam ini, kegelisahan menggelayut dalam diri. Tenangkan hamba, Ya Robb ...  
"Umi, kau di sini?"
Terkejutku melihat kehadiranmu, ruang ini menjadi harum seketika, kau terlihat begitu cantik dan anggun lebih dari biasanya.
"Berikanlah tiket itu untukku, jangan kembali sebelum tuntas tugasmu. Karena, aku ingin menanti di syurga sebagai ratu bidadarimu."
Ucapmu sambil berlalu. Kemudian kakak dan bungsu menghampirimu, pergi jauh meninggalkanku menembus malam yang dingin.
"Astagfirullah ..." Jeritku membangunkan jamaah lain yangtidur di sampingku.
"Ada apa, Bhay?" 
Tanya mereka hampir bergantian, keringat mengucur deras, meminum air putih yang diberikan sambil terus beristighfar. Tanpa menjawab aku segera berlari mengulang kembali berwudhu dan bersiap tahajud. 
Dan, keharumanmu tetap mengikuti.
Pagi hari, jamaah dikagetkan dengan guncangan yang berasal dari perut bumi. Istighfar dan sholawat bergema, menyelimuti semua penjuru Takengon. Doa penuh harap dipanjatkan, memohon pengampunan dan perlindungan. 
Guncangan mereda, membuat semua lega karena tidak menelan korban.Rasa lega itu tercabut paksa karena akhirnya berita tentang bencana yang lebih dahsyat itu terdengar. 
Aku tetap di sini, Sayang. 
Hati remuk redam tak berhasil memaksaku membatalkan tugas. Terdengar kabar bahwa kau dan kedua jundi kita belum ditemukan saat badai tsunami menerjang.

~*~

Sepuluh hari berlalu. Tugas ini telah selesai, segera kukemas barang-barang bergegas kembali untuk melihat keadaan, banyak berita yang mengatakan bahwa tak ada keluargaku yang ditemukan kecuali sopir yang terjebak dalam mobil jeep. Kota tercinta porak poranda, gedung tinggi luluhlantak, puing dan pepohonan berserak. 
Bau busuk menyengat, berasal dari banyaknya jenazah yang belum terevakuasi. Kehancuran ini tak menghalangiku untuk tetap mencarimu. Bangunan penuh cinta tempat kita melukiskan sejarah bersama, hanya menyisakan tembok dan pagar yang tak lagi sempurna. 
Menerobos lumpur dan segala yang terserak, bersama beberapa sahabat dan tim SAR aku tetap menuju ke sana. Seluruh rumah telah kami telusuri, tetap tak memberikan tanda akan keberadaanmu dan anak-anak. Mungkinkah ini pertanda kalau kalian selamat?
"Bantu hamba, Ya Robb ...."
Pintaku di sela embusan napas yang selalu teriring zikir.
Semilir angin beraroma busuk berubah perlahan, keharuman menyeruak tanpa diketahui dari mana berasal. Aroma wangi yang tak pernah kulupakan, aroma yang pernah datang bersamaan dengan hadirmu dalam mimpiku.  
Kupandangi sahabat yang turut bersama dalam pencarian ini, mereka pun merasakan hal yang sama. Kucopot masker dan mencoba mencari sumber itu. Berdiri terpaku di halaman samping rumah, mobil jeep pengantar setia berada di sana penuh dengan lumpur hitam. Pandanganku menangkap adanya tubuh mungil di bagian bawah mobil.
"Allahu Akbar ..." Pekikku segera berlari mengambil jasad si bungsu yang berhasil kutemukan masih dalam keadaan utuh dan berkerudung. Aroma harum semakin kuat menunjuk sumbernya. Pandangan beralih ke kaca mobil yang sedikit terbuka, kulihat di kursi belakang mobil ada seseorang dalam posisi tertidur.  
Kualihkan bungsu ke tangan salah seorang sahabat kemudian membuka pintu mobil. Kutatap tubuh yang masih menggunakan pakaian purdah lengkap dengan sarung tangan dan kaki seperti saat pagi hari keberangkatan. Kubuka lapisan luar purdah, sepasang bola kristal itu terpejam, layaknya tertidur pulas
"Allahu Akbar."
 Terlihat wajah sebening pualam tetap memesona dengan senyuman. Kututup kembali penutup wajah yang setia melindungi tubuh hingga lumpur pun tak menyentuhmu. Kau tetap di sini menantiku, Istriku. 
Kutahan segala duka kehilangan, terselip sedikit kebahagiaan karena aku berhasil memberi tiket seperti yang kau harapkan. 
Aku akan mengantarmu ke tempat yang lebih nyaman. Dan, tak akan kubiarkan laki-laki lain melihat atau menyentuh jasad seperti yang kau inginkan. 
Dengan tangan ini kuangkat tubuhmu yang jauh lebih ringan sebelum Allah mengambilmu. Di sela perjalanan kudapati bayang Abang kakak si bungsu, dia melemparkan senyum dan melambaikan tangan kearahku lalu pergi menjauh.
Tunggu aku di sana, Cinta
Aku akan tetap berada di jalan dakwah ini, sampai nanti menemuimu kembali sebagai ratu bidadari.

~end~


Narasumber: Maha Rani Binti M Noersalim. Putri pertama pemilik kisah yang selamat dari bencana tsunami karena menuntut ilmu di kota Binjai.
*Jika tulisan ini bermanfaat, silakan share dengan mencantumkan nama penulis dan narasumber. Sebagai bentuk penghargaan karya orang lain.







Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "PENANTIAN RATU BIDADARI"

  1. Bagus Banget Mba Cerpennya, layak di muat di media massa ituhh

    ReplyDelete

Tinggalkan jejakmu di sini :)
Maaf, mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Thanks.