Doa Terindah
"BuuughgHG ... BhedeGhum ..."
Suara benda keras terjatuh diiringi suara
jeritan panjang.
"Maaak ... Bak jatuh dari pohon."
Ani menjerit sambil berlari menuju ibunya yang
tak jauh dari tempat kejadian.
Zainun berlari untuk menolong H. Bakar Sujaei
suaminya.
"Ya Allah, tolonglah suami hamba."
Suaminya tak sadarkan diri akibat terjatuh dari
pohon yang sangat tinggi saat hendak panen kebun buahnya.
"Ani, panggil kakak-kakakmu."
Ani segera berlari, Zainun terus mengguncang
tubuh suaminya sambil terus berdoa.
"Astaghfirullah, Mak. Bagaimana keadaan
Bak?"
"Aminuddin, ayo kalian semua bantu angkat
Bak menuju surau. Waktu ashar hampir tiba."
Aminuddin salah seorang putra beserta kakak dan
adiknya menuruti perintah Zainun.
Sesampainya di surau Zainun kembali mengguncang
tubuh suaminya.
"Bang, bangunlah. Sudah masuk waktu shalat
ashar. Jangan sampai kau tinggal kewajiban, Bang. Bangun."
Zainun terus berusaha menyadarkan suaminya. Allah menjawab doanya, suaminya tersadar, bertayamum dan melaksanakan salat
dengan posisi berbaring.
H. Bakar Sujaei masih terbaring tak berdaya,
seluruh anggota keluarga masih mendampinginya. Mereka memutuskan menginap
di surau itu, dan Zainun selalu memastikan suaminya selalu melaksanakan salat.
"Ya Allah, Ya Robb. Selamatkanlah suami hamba, hanya Engkau Yang
Maha Kuasa. Jangan Kau ambil suami hamba dalam keadaan
seperti ini. Jika hamba boleh meminta, syahidkanlah suami
saat sedang menyampaikan kalimat-Mu. Saat suami hamba sedang menunaikan tugas
menyebarkan agama dan sunnah kekasih-Mu. Kabulkan, Ya Kariim .."
Zainun selalu mengucapkan doa itu berulang-ulang selepas tahajud yang kerap ia
kerjakan setiap malam.
***
Dua tahun telah berlalu dari kejadian tersebut. H. Bakar Sujaei adalah salah seorang pekerja
dakwah dan telah mengabdikan diri untuk pekerjaan mulia.
"Semua telah siap, Bang."
"Terima kasih, Zainun. Kau telah setia
mendampingku dan rumah tangga dan dakwah."
"Pergilah, Bang. Sampaikan dan tegakkan
kalimat Allah. Walau nyawa menjadi taruhan."
"Kau benar, Zainun. Aku pun selalu memohon
kepada Allah agar memberiku kesempatan syahid di jalan-Nya."
Saat ini H. Bakar Sujaei akan berdakwah selama 3 hari di salah satu masjid kota Selangor bersama Aminuddin
putranya yang berusia 16 tahun.
Berawal dari perkenalan dengan sahabat yang
berasal dari Pakistan mereka mengenal gerakan dakwah ini.
Semakin lama kecintaan terhadap dakwah telah
dirasakan melebihi dari sekedar kewajiban tetapi telah menjadi salah satu
kebutuhan yang tak dapat ditinggalkan.
***
"Burhan! Apa yang kau lakukan?"
Seorang Ibu memanggil pemuda yang sama sekali
tak peduli atas seruannya.
"Pergilah ke masjid, jangan berguru pada
orang yang salah. Ilmu hitam hanya akan menjerumuskanmu dunia dan akhirat."
Pemuda itu tak menjawab, hanya memberikan
tatapan tajam penuh kebencian.
Kebencian yang telah mengakar dan merubah
hatinya menjadi hitam, hingga tak lagi dapat membedakan mana kebaikan dan mana
kejahatan. Dia membenci semua yang ada di sekeliling, termasuk keluarga dan
juga masjid tempat orang-orang saleh berkumpul tak elak menjadi sasarannya
mengamuk.
Tak jarang dia keluar masuk bui karena ulahnya,
bukan satu, dua keluarga yang tersakiti. Tetangga pun telah jengah dengan
kelakuannya, sering ia dikurung secara paksa di dalam halaman berpagar tinggi
yang terkunci, namun tak ada yang mengerti bagaimana caranya ia bisa keluar
sendiri.
***
"Aminuddin, sudah siap kau, Nak? Ikutlah
bersama Bak, Mak ridho atas usaha dakwah ini."
Zainun membelai lembut rambut putranya.
H. Bakar Sujaei berpamitan dengan istri dan
kesepuluh anak lainnya.
"Jaga amalan ibadah di rumah, perbanyak
baca Al-Qur'an dan kitab hadis bersama semua keluarga. Doakan agak Bak bisa
syahid di jalan Allah."
"Aaamiin ... "
Secara bergantian mereka mencium tangan saat
berpamitan.
***
Masjid Sungai Burung Selangor menjadi tempat
tujuan jamaah selama 3 hari ke depan.
Hari pertama program berjalan dengan lancar tak
ada kendala yang berarti.
Tapi, di luar masjid ada seseorang yang sangat
tidak menyukai kehadiran mereka.
Dari balik terali pagar sepasang mata sadis
memancarkan kebencian tanpa alasan memandang dari kejauhan, mengamati dan
mengincar untuk melampiaskan amarah.
"Ba'da ashar nanti kita silahturahmi ke
warga di sekitar masjid ini, kita bagi tiga rombongan. Dua rombongan
silahturahmi dan satu rombongan tetap berada di dalam masjid."
H. Bakar Sujaei selaku pemimpin rombongan
mengatur membagi tugas.
"Assalamualaikum ..."
H. Bakar Sujaei berucap salam saat melintas di
depan sebuah pagar terali yang terkunci.
Bukan jawaban yang didapat melainkan seringaian
dan tatap mata kejam penuh kebencian.
"Pak Haji, sebaiknya kita cepat pergi dari
sini."
Ajak Hanafi selaku penunjuk jalan karena dia
tinggal di sekitar masjid. Mereka pun melanjutkan perjalanan sambil
bercakap-cakap.
"Ada apa dengan pemuda itu, Nak
Hanafi?"
"Dulu dia tidak seperti itu, Pak Haji. Dia
berubah sejak menuntut ilmu hitam di lembah daerah selatan. Semakin lama
tingkahnya semakin aneh, sering mengamuk dan merusak kadang melukai orang tanpa
alasan."
"Astaghfirullah, semoga Allah SWT
melindungi kita segala macam perbuatan syirik."
Mereka melanjutkan tugas silahturahmi kepada warga, menyampaikan kalimat tauhid dan
juga mengajak warga untuk salat berjamaah di masjid.
***
Keberadaan jamaah di masjid telah memasuki hari
kedua, semua melaksanakan program yang telah ada di sela waktu luang mereka
menyempatkan diri untuk berzikir, mengulang hafalan Al-Qur'an atau sekedar
merenung, merisaukan keimanan diri yang masih jauh dari sempurna agar tidak
pernah terlepas dari hati.
"Burhan! Darimana kau dapat samurai
itu?"
Seorang Ibu menjerit histeris melihat anaknya
sedang mengasah sebuah samurai di dalam pagar terali.
"Berikan pada Ibu, Nak."
Hening.
"Berikan, Burhan."
"Diam !!!"
Samurai terarah ke leher Ibu yang berada di
luar pagar. Sang Ibu terpaku melihat tatapan anaknya yang kini tak dapat
dikenalinya lagi, lalu mundur perlahan.
***
"Kita harus bersyukur, telah mendapatkan
nikmat Islam dalam keadaan damai, beribadah dengan tenang tanpa harus
berperang. Sekarang banyak masjid berdiri, tapi kenapa jamaahnya sepi?
Para sahabat Rasulullah dulu berjuang
habis-habisan, mengorbankan airmata, harta, bahkan nyawa hanya untuk
menyampaikan kalimat Laa ilaha ilallah. Mereka tak memikirkan apakah hari ini
perut kita akan kenyang? Apakah hari ini keluarga kita akan nyaman? Karena
mereka yakin bahwa dunia ini hanya sementara, akhiratlah selama-lamanya."
H. Bakar Sujaei memberikan ceramah ba'da magrib
dengan semangat.
"Maka dari itu perbanyak amal ibadah kita
saat di dunia, bantu semua umat dengan saling mengingatkan pentingnya perkara
iman. Sampaikanlah, jangan pernah bosan. Jangan takut untuk berkorban, walau
nyawa harus menjadi taruhan.
Berdoa agar kita selalu dapat menjadikan dakwah
maksud hidup, hidup dalam dakwah, dakwah sampai mati, dan mati dalam dakwah.
Laa ilaha ilallah.
Syahid. Insya Allah."
Ceramah ditutup dengan salat isya berjamaah.
"Pak Haji, kita jadi silahturahmi ke rumah
Ulama kampung sebelah?"
"Tentu, Nak Hanafi."
"Bak, bolehkah saya ikut?"
"Sebaiknya kau di sini saja, Aminuddin.
Hanya ada satu motor yang digunakan."
"Tapi, Bak ...."
Aminuddin memandangi wajah H. Bakar Sajuei
ayahnya mengantar keberangkatan mereka. Ada perasaan yang tidak dapat ia mengerti
saat ini.
***
"Burhaaan ... Hentikaaan ...."
Seorang ibu berlari mengejar anaknya yang
sedang mengamuk. Tak ada yang tahu bagaimana ia bisa lolos kembali dari pagar
terali.
"Pergi!"
"Berikan samurai itu pada Ibu, Nak."
"Tidak. Mereka harus dihentikan, mereka
membuatku panas. Pergi, kau!"
Orang-orang kampung segera mengunci pintu
menyelamatkan diri. Tak ada yang bisa menghentikannya ditambah kini sebuah
samurai berada di tangan.
"Tutup semua pintu dan jendela masjid,
jangan ada yang keluar."
Seorang warga berlari ke dalam masjid memberi
peringatan. Jamaah pun menurutinya.
"Ada apa?"
"Burhan mengamuk sambil membawa samurai.
Tak akan ada yang bisa menghentikannya."
"Bak dan Bang Hanafi belum selesai
silahturahmi."
Semua terdiam mendengar ucapan Aminuddin.
"Keluar kalian, pergi dari sini. Semenjak
ada kalian telingaku panas."
Burhan berteriak-teriak di halaman masjid
sambil mengayunkan samurai ke segala arah.
***
"Mak, kenapa terlihat gelisah
sekali?"
"Entahlah, Ani, Bak selalu hadir dalam pikiran
Mak. Ya Allah, dekaplah selalu suami hamba dalam lindungan-Mu."
***
Kabut gelap menambah pekatnya malam, sebuah
motor tua melaju dengan santai terseling percakapan.
"Pak Haji, terima kasih telah mampir ke
masjid kami."
"Tak perlu berterima kasih, ini kewajiban
kita. Termasuk dirimu juga. Teruslah di jalan Allah sampai ajal menjemput
kita."
"Insya Allah, Pak Haji. Semoga Allah
mempertemukan kita kembali di surga-Nya nanti."
Hanafi memarkir motor di halaman masjid, lalu
mereka melangkah ke dalam masjid.
"Sudah kukatakan pergi kalian dari sini
..."
Seorang pemuda menghadang tanpa diketahui arah
datangnya sambil mengarahkan samurai ke arah mereka berdua tanpa sempat
menghindar.
Dan,
Ceess ....
Tetesan darah segar mengalir dari leher H.
Bakar Sujaei dan Hanafi.
"Allahu Akbar ... Allahu Akbar ..."
Kalimat itu terdengar lirih bersahutan dari
lidah mereka.
Jamaah berhambur keluar, tak mengira hal ini
akan terjadi.
Sebagian mengepung Burhan yang hendak melarikan
diri.
"Baaak ... Baaak ... "
Aminuddin memeluk ayahnya tanpa sanggup
mengucapkan kata-kata.
***
Senin pagi penduduk Selangor gempar akan
kejadian dan tak luput dari pantauan media massa.
Seluruh pekerja dakwah dari segala penjuru
berkumpul di sebuah masjid, ratusan orang saleh dan alim ulama hendak memberi
penghormatan terakhir kepada kedua sahabat mereka.
Para penghafal Al-Qur'an pun memanjatkan doa
khusus.
Hingga salat jenazah harus dilakukan sebanyak 3
kali secara bergantian.
Darah segar masih terus mengalir walau jenazah
telah pergi lebih dari 12 jam yang lalu, karena pemakaman harus melalui proses
pihak rumah sakit dan kepolisian. Tanda syahid yang tak terbantahkan.
Alam turut berduka, penduduk bumi pun
tertunduk, dan ketika lembayung bertasbih para penduduk langit menyambut kedatangan para pejuang di jalan
Allah SWT itu dengan suka cita.
"Allah telah mengabulkan doa kita,
suamiku. Aku ikhlaskan semua kejadian ini. Semoga Allah menjadikan seluruh
anggota keluarga kita pekerja dakwah seperti dirimu."
"Mak ..."
"Bimbinglah selalu keluargamu, Ani.
Jadikan keturunan sebagai penerus pekerjaan mulia ini. Sampaikanlah kepada
penjuru dunia kalimat Laa ilaha ilallah."
__end__
Kisah ini terjadi pada tahun 1987.
Narasumber Ani Ahliah Zaini Dahlan.
Putri kandung Pak H. Bakar Sujaeni.
Saat ini keluarga besar Beliau telah ambil
bagian menjadi pekerja dakwah.
sungguh do'a yang indah mbak :)
ReplyDeleteIya, Mba. Doa yang teramat indah
DeleteSampai berkac-kaca membacanya, doa mulia yang terijabah sempurna.
ReplyDeletesemoga kita bisa mengikuti teladan ini, Kips Bandung :)
DeleteIzin share ya mba
ReplyDeleteSilahkan.. Terima kasih, :)
DeleteSubhanallah, insyaallah husnul khatimah
ReplyDelete