KISAH SEORANG LELAKI DENGAN PERAHUNYA

Surealis 

Oleh: Anggarani Ahliah Citra

Air laut ini tetap terasa asin.
Aku berdiri di tepi laut, merasakan angin dan juga percikan yang berubah menjadi bulir-bulir halus di kulit. Termenung sambil menikmati rasa yang sama seperti dulu, saat aku berlari kecil di pasir putih, berenang bebas dari tepi sampai ke tengah, hingga belajar menggunakan perahu layar. Rasa yang sangat aku suka bahkan aromanya selalu melekat dalam otak,  sama seperti wajahmu.  Wajah yang berhasil kuikat dengan jalinan resmi, berjanji sehidup semati, dan selalu memaksaku kembali ke darat. Memberikan semua hasil yang kudapatkan dari pertarungan dengan ombak.

Air laut ini tetap terasa asin.
Rasa yang sama seperti dulu, saat hanya ada kapal-kapal kayu kecil yang berlayar bersamaku. Menggunakan alat penangkap hasil laut yang juga sama denganku. Tapi kini, begitu banyak kapal berukuran besar dengan alat yang jauh lebih canggih. Kapal canggih yang dihuni oleh orang-orang berkulit warna-warni, merah, kuning, biru. 
Entah dari mana mereka datang. Aku tidak tahu apakah karena warna kulit mereka yang berwarna-warni itu lebih menarik  daripada diriku, hingga semua ikan menghampiri mereka. Tak pelak ikan yang kubawa untukmu berkurang jauh, dan semakin lama semakin jauh. Dan itu membuat wajahmu berubah, berbeda dari saat awal kita berjumpa.

Wajahmu tak lagi memancarkan keteduhan dan sangat jauh dari memberi rasa nyaman. Tak peduli berapa lama aku melaut, bergelut dan bertarung, wajahmu hanya terpaku pada satu titik yaitu hasil di tanganku. Seperti saat itu, kedatanganku sama sekali tak berhasil membuat wajahmu terlihat manis. Dan saat pertanyaan itu aku ajukan.

"Kau tahu? Ikan-ikan yang kau bawa takkan berhasil membuat wajahku tersenyum kembali. Ikan-ikan itu tak sanggup membuat wajahku putih cemerlang, halus berkilau seperti wajah-wajah wanita lain yang ceria, karena ada warna di kelopak mata, pipi dan juga bibirnya. Jangan harap aku tersenyum jika hanya ikan-ikan seperti itu terus yang kau bawa!"

Bila jawaban itu yang keluar, maka sudah pasti saat malam kita akan tidur terpisah. 
Seperti malam tadi, dengan sarung yang setia aku mencoba memejamkan mata di perahu kayu. Tapi mata ini tak jua mampu terpejam, karena hati ini terselimut rindu. Rindu yang sangat padat hingga membuat dada ini sesak.



Aku beranjak ke rumah lalu menyelinap ke kamar menemuimu. Kutatap wajahmu yang telah terlelap. Wajah yang hampir sama seperti saat kita berjumpa itu hadir, wajah yang benar-benar sangat kurindukan. 

Aku segera berlari tanpa suara menuju dapur, mencari sebuah pisau yang paling tajam dan segera kembali ke kamar. Aku harus mendapatkan wajah itu secepatnya, karena jika dirimu terbangun maka wajah itu akan menghilang seketika.

Aku mulai menyayat secara perlahan dan hati-hati, dimulai dari kulit kening  lalu menuju mata, pipi, hidung, hingga dagu. Kupandangi selembar wajah yang kini berada di tanganku, sayatan ini benar-benar sempurna. Lalu aku memasukkannya ke dalam saku dan kembali ke perahu. 

Malam panjang ini telah berlalu lebih dari separuh, mata ini tak akan dapat terpejam, sama seperti tadi. Aku turunkan layar perahu, kulipat dan kusimpan. Perlahan kukeluarkan wajahmu dari dalam saku, membentangkan dan membuat simpul di masing-masing sudut, lalu kukibarkan sebagai pengganti layar pada perahu.

"Tungguuuu ..., kembalikan wajahkuuuu ...."

Kau berlari sambil menjerit,  membuyarkan semua lamunan pagi. Aku segera mendorong perahu ke tengah laut untuk menghindarimu.

"Nanti akan kukembalikan,"  teriakku. 

Karena saat ini aku sangat merindukan wajahmu.

Perahu menuju ke tengah laut dengan cepat. Ya, ternyata angin pun menyukai wajahmu yang kini menjadi layar pada perahuku.

~O~

Air laut ini tetap terasa asin.
Wajahmu membawa perahuku dengan cepat ke tengah lautan. Sepertinya hari ini adalah keberuntungan untukku. Ikan-ikan mendekat ke perahu dengan sendirinya, akan mudah bagiku untuk mengambilnya.

Pekerjaanku terhenti sejenak. Sebuah kapal berukuran sangat besar berhenti tak jauh dari perahuku. Orang-orang berkulit warna-warni itu berdiri di pinggir-pinggir kapal, warna kulit mereka yang bertemu dengan sinar matahari membuat mata ini silau. Orang-orang berkulit warna-warni itu mengeluarkan sebuah alat yang baru pertama kali kulihat. Lalu suara mereka melengking dan berteriak bersahut-sahutan. Pandanganku beralih ke air laut, di mana ikan-ikan yang berada di sekeliling perahuku? Perlahan ikan itu mulai pergi satu per satu menuju kapal besar itu.

"Tunggu, jangan pergi! Kalian milikku!"

Ikan-ikan itu tak peduli. Mereka terus menjauh dariku.

Tak lama sebuah kapal berukuran sedang datang menghadang kapal besar milik orang berkulit warna-warni. Orang-orang di dalam kapal itu memakai seragam dan memiliki warna kulit yang sama denganku.  Salah seorang  berpakaian seragam dengan warna kulit yang sama denganku berbicara dengan orang yang berkulit warna-warni. Dulu, aku pernah mendengar kabar bahwa telah ada sebuah kapal milik orang berkulit warni-warni yang ditenggelamkan oleh orang-orang berseragam yang berwarna kulit sama denganku. Walau pun kapal ini sepertinya jauh lebih besar, pasti hal yang sama akan tetap mereka lakukan.

Tapi, sepertinya perkiraanku salah. Orang berkulit warna-warni itu berteriak mengarahkan sebagian ikan-ikan itu ke perahu milik orang berseragam yang warna kulitnya sama denganku. Setelah perahu itu penuh mereka pergi begitu saja, tanpa peduli keberadaanku. 

Aku tidak tinggal diam, aku arahkan wajahmu agar angin mendorong kita dan menghadang kapal sedang milik orang - orang berseragam itu.

"Kenapa kalian membiarkan kapal besar milik orang berwarna-warni itu membawa semua ikan-ikan di laut ini?"

Mereka menghentikan perahu. 

"Pergi kau!"

Salah seorang berseragam berbicara sambil melemparkan beberapa ekor ikan berukuran besar ke perahuku. Aku tak mengerti apa maksud mereka. 

Teriakan lantang kuulang terus menerus, namun seakan tak terdengar oleh mereka. 

Kupandangi wajahmu pada layar perahu. Ikan-ikan yang mereka berikan itu cukup banyak dan  besar. Bila kubawa pulang pasti akan cukup untuk memenuhi semua kebutuhanmu. Sebenarnya aku lebih menyukai  wajahmu yang menjadi layar perahu. Tapi, cinta ini begitu besar. Akulah penyebab wajah itu hilang darimu, kini, aku akan kembali. Memenuhi semua keinginanmu.

~O~

Layar wajah teduhmu telah mengantarku ke tepi pantai dengan selamat. Aku segera menurunkan semua ikan dari perahu, lalu secara perlahan menurunkan wajahmu, melipatnya dan memasukan ke dalam saku dengan perlahan.

 Senyum semringah pasti akan kembali kudapatkan. Kau pasti akan menyambutku seperti dulu, saat pertama kali kita merajut janji suci. Langkahku terhenti, melihatmu dari kejauhan benar-benar membuat jantung ini berdetak keras. Kau telah mendapatkan wajah yang baru. Wajah yang putih cemerlang, dengan warna di kelopak mata dan juga bibir. Tawamu begitu riang, tubuhmu berlapis kain tipis dan minim melontarkan bahasa tubuh yang  begitu menggoda. Tetapi semua itu bukan ditujukan untukku, melainkan untuk seorang lelaki di hadapanmu, lelaki yang memiliki kulit berwarna-warni. 

Kaki ini gemetar, perlahan mundur menjauh dan kembali ke perahu. Kukeluarkan kembali wajahmu dari dalam saku. Kupasang simpul di tiap-tiap sudutnya dan kembali berlayar. 

Tak ada yang kulakukan di perahu ini selain memandangi wajahmu yang terbentang menjadi layar. Entah dari mana kau dapatkan wajah baru itu. Sulitkah untukmu sedikit bersabar menungguku kembali? Wajah barumu itu telah mengubah seluruh kecantikanmu. Seakan terlupa betapa besarnya dosa menarik perhatian laki-laki yang tak mengikat janji suci untukmu.



Aku masih terdiam dalam perahu sambil memandangi wajahmu yang terbentang sebagai layar perahu. Sebuah ombak datang menghampiri, aku hanya melirik sebentar. Ombak itu kembali datang, bukan lagi sekedar menyapa. Kini ia menyemburkan air-air laut ke dalam perahu dengan kencang. Aku tetap diam, tak ada hasrat untuk melakukan pertempuran. Diamku semakin membuatnya marah, ia kembali dengan gelombang yang lebih besar, menghajar dinding perahu hingga terbelah dua dan menelannya, sementara aku tetap diam.

Kupandangi wajahmu yang mulai terlepas dari simpul-simpul yang kubuat, angin membawa sehelai wajah teduhmu terbang jauh. Sementara tubuhku ini semakin tenggelam dan tenggelam, hingga akhirnya, rasa asin pada air laut ini tak lagi dapat kurasakan.

~~End~~

Baca Juga :

  • Pertolongan Allah Kutatap wajah piasnya, menandakan betapa lelahnya ia. Dari tatapan mata redupnya, aku sudah tau, ia tidak mendapatkan uang untuk meny… Read More...
  • BINGKAI HITAMSumber Gambar Bingkai HitamOleh. Anggarani Ahliah Citra.Malam semakin larut. Suara detik jam dinding bersanding dengan suara isak tangisan… Read More...
  • Fiksi: PUSARAN CINTA-NYARepost dari blog lama.FIKSI: PUSARAN CINTAPenulis: Anggarani Ahliah CitraSuhu badan Ibu tak kunjung normal, hanya alunan zikir yang terdenga… Read More...
  • AKU INGIN BERCADAR Cukup lama aku mematut dalam cermin di kamar. Mencoba mengenakan jilbab langsung pakae cadar. “Ga jelek. Cantik malah,” gumamku … Read More...
  • DESEMBER DAN GADIS BERGAUN MERAH JAMBU Oleh: Anggarani Ahliah CitraVe termenung di dipan panjang  yang berada di teras depan rumahnya. Rumah Ba'anjung yang terbuat dari ka… Read More...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KISAH SEORANG LELAKI DENGAN PERAHUNYA "

Post a Comment

Tinggalkan jejakmu di sini :)
Maaf, mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Thanks.