Judul Buku: Titip Satu Cinta
Penulis : Haviz Deni & Elmy Suzanna
Penerbit : Salsabila Pustaka Al-Kautsar
Tahun Cetak : 2012
Tebal halaman : 216
“Istriku bisa saja dia sakit, ginjalnya sudah rusak, kondisi fisiknya pun semakin menurun. Tapi hatinya adalah hati yang sehat, hati yang hidup, hati yang yang memancarkan cahaya pada orang-orang di sekitarnya. Dan bagiku, itu cukup.”
Elmy, seorang gadis yang penuh semangat dan tekad yang kuat. Kondisi keuangan keluarganya tidak membuatnya patah semangat, bahkan semakin terpicu untuk sukses. Ia bisa kuliah sambil berwirausaha.
Selama kuliah, ia tidak hanya dihadapkan oleh keuangan, tapi juga kondisi keluarga orang tuanya yang mengalami berbagai perselisihan hingga akhirnya rumah tangga tangga itu tidak bisa dipertahankan.
Di sini, hormon adrelanin kita dibuat meningkat. Seorang Elmy, sebagai anak sulung ia harus bisa mengelola keuangan untuk keluarga (saat itu ibunya memilih menjauh sebentar), mengurus pekejaan rumah tangga sekaligus menjaga adik-adiknya. Yang paling membuatnya kerepotan, mengurus adik laki-lakinya yang berusia enam tahun. Dapat dibayangkan bagaimana mengurus seorang adik enam tahun, yang tidak bisa mengerti sebuah persoalan. Dan saat itu bertepatan Elmy sedang menyusun skripsi dan berhadapan dengan seorang dosen yang sangat menguji ketangguhannya.
Luar biasa. akhirnya Elmy berhasil juga melewati semua ujian itu dan berhasil menyelesaikan kuliah. Yang sangat memukau dalam permasalahan keluarga orang Elmy, walaupun rumah tangga orangtuanya tak bisa lagi dipertahankan, ia dan adik-adiknya tidak serta merta menjadi anak-anak broken home. Mereka menjadi anak-anak yang semakin terpicu untuk sukses, hubungan ayah dan ibu mereka baik-baik saja, tidak saling benci bahkan ayahnya masih bertanggung jawab dalam urusan nafkah.
Seperti kita pahami, setiap manusia akan selalu diuji. Makin tinggi tinggkatan keimanan seseorang, semakin tinggi pula ujiannya. Lolos satu, diuji lagi untuk tingkatan berikutnya.
Begitulah Elmy, setelah lolos kuliah, ia pun mulai bergerak melangkah ke rencana berikutnya dengan semangat membara, ternyata ia dihadapkan lagi dengan ujian yang berat. Ia divonis menderita sakit ginjal kronis.
Ujian ini sempat membuatnya down, tapi hanya sebentar. Elmy gadis cerdas, selalu bisa menyikapi setiap ujian dengan perenungan yang bijak hingga akhirnya membawanya sifat keikhlasan dalam setiap menjalani ujian. Sebesar apa pun.
Bagaimana ia bisa menyikapi, harus cuci darah dua kali seminggu di tengah kondisi keuangan yang pas-pasan. Di sini air mata kita dibuat berderai. Melihat sakit yang dideritanya, di tengah kehausan yang menderita, tapi ia hanya boleh minum tidak lebih dari 500ml. Melihat keluarganya yang mati-matian mencarikan dana untuk cuci darah. Melihat usaha ayahnya – walaupun sudah tak berkumpul lagi dengannya, tapi juga mati-matian mencarikan dana untuknya.
Semangat Elmy tetap menyala, bahkan semakin besar. Walaupun dokter telah mengatakan penyakitnya tidak akan sembuh. Tapi ia selalu optimis, kalau suatu saat akan sembuh.
Luar biasa, ini mengingatkan saya pada ke optimisan nabi Ya’qub akan bertemu lagi dengan putranya yang telah hilang puluhan tahun. Ya’qub mengatakan, “Jangan berputus asa. Berputus asa itu sifat orang kafir (orang telah terpaling dari Allah)”. Ternyata semangat seperti itu masih ada, di zaman sekarang ini. Pada diri Elmy, dengan keterbatasan kondisi fisiknya.
Di sisi lain, Elmy juga bersiap-siap menghadapi kematian. Perlu di catat: menghadapi kematian, bukan karena penyakitnya. Karena kematian bisa menyerang siapa saja, bahkan pada orang yang jam ini sehat-sehat saja, jam berikutnya ia telah menjadi seonggok mayat. Elmy menghadapi kematian dengan mempersiapkan segala hal untuk pada saat-saat setiap manusia bertemu dengan Allah. Pada saat setiap manusia diminta pertanggungan jawaban di depan Ahkamul Hakimin.
Buku ini pun di lengkapi dengan cerita cintanya yang sangat memukau. Di tengah dera penyakitnya, ia jatuh cinta pada seorang laki-laki. Dan ternyata, rasa cinta itu pun, Allah titipkan di hati laki-laki itu, Haviz Deni. Subhanallah.
Penulisannya memang tak sedramatis cinta ala Zongwen dengan Asmara (fiksi karya Asma Nadia), yang menderita penyakit APS. Tak mengharu biru seperti cinta Alex kepada Mei Clark (fiksi karya Ilana Tan), yang menderita penyakit gagal jantung.
Tapi cinta Deni di sini lebih sangat terasa menyentuh dan dalam. Dan cinta mereka bermuara kepada satu cinta, yaitu cinta kepada Allah.
Dari cinta Zongwen dan Alex, jujur diri pribadi, melihatnya lebih cenderung kepada keinginan wanita. Setiap wanita, ingin dicintai dengan segala keterbatasannya, sampai akhir hayat. Tapi dalam cerita cinta Elmy, aku bisa merasakan tulusnya cinta Deni, walaupun novel ini ditulis dari sisi perempuan, Elmy.
Dari membaca novel ini, kita dapat mengambil suatu kesimpulan: Segala sesuatu yang berat, dengan adanya Allah di hatinya, akan menjadi ringan. Cinta kepada Allah, akan membuat segala sesuatu tidak mungkin menjadi mungkin
Kalau dari segi kekurangan: cover ini kurang menarik, tak berbanding dengan isinya yang luar biasa (itu pun kalau bisa dihitung kekurangan).
0 Response to "Titip Satu Cinta"
Post a Comment
Tinggalkan jejakmu di sini :)
Maaf, mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Thanks.